Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla memperkirakan rencana pemindahan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir ke Lembaga Permasyarakatan Kelas II-B di Kabupaten Klaten sebagai upaya baik untuk mendekatkan Baasyir dengan keluarganya.

"Saya belum tahu, tapi saya kira itu suatu upaya yang baik supaya mendekatkan dengan keluarga, bisa dikunjungi setiap saat," kata Wapres Kalla di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta, Selasa.

Rencana pemindahan Baasyir ke Klaten, sebagai akibat dari kondisi kesehatannya yang menurun, disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto usai menggelar rapat koordinasi dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Kepala Polri Jend. Tito Karnavian, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pada Senin (5/3).

Wiranto mengatakan rencana pemindahan tahanan Baasyir tersebut sebagai wujud rasa kemanusiaan pemerintah kepada warga negaranya, meskipun seorang terpidana kasus terorisme.

"Yang bersangkutan sudah cukup tua, menjalani hukuman cukup lama, kesehatan menurun tentunya , ya orang tua ya. Tentunya harus dijaga supaya tetap sehat," tutur Wiranto.

Baca juga: Pemerintah segera pindahkan lapas bagi Baasyir

Baca juga: Bertemu Jokowi Mendagri Australia tak singgung Baasyir




Meskipun ada unsur kemanusiaan dalam rencana pemindahan tahanan tersebut, Menkopolhukam mengatakan tetap mempertimbangkan aspek keamanan mengingat Baasyir merupakan terpidana kasus terorisme.

"Kita tetap jaga, daam arti tahanan itu betul-betul tidak menyebarkan ideologinya. Tidak kemudian sebebas-bebasnya dalam tahanan dan bisa berinteraksi dengan siapa pun, jadi tetap ada aturannya," jelas Wiranto.

Pemilihan Lapas Kelas IIB di Klaten, Jawa Tengah, didasarkan pada pertimbangan lokasi yang paling dekat dengan keluarga dan kerabatnya yang berada di Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah.

"Kira-kira di Klaten, dengan pertimbangan tadi kan sudah sepuh, kesehatan sudah menurun, sehingga kalau dekat dengan keluarga kan lebih manusiawi. Tetapi aspek hukumnya tetap harus dijalani, karena dari pendekatan hukum memang tidak mungkin dilakukan dengan cara lain," ujarnya.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018