Surabaya (ANTARA News) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur menyatakan, tidak bisa menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran etik di Rumah Sakit National Hospital Surabaya dan Rumah Sakit Siti Khodijah Sidoarjo karena sampai saat ini belum menerima laporan resmi.

Ketua IDI Jatim dr Poernomo Budi di Surabaya, Senin mengatakan pihaknya tidak bisa bergerak menelusuri adanya pelanggaran atau tidak jika belum mendapat laporan dan permintaan dari pihak berwajib untuk mengklarifikasi itu karena IDI bukan investigator dan bukan lembaga penegak hukum.

"Masalah di kedua RS itu kan bersumber pada media sosial. Oleh karena tidak ada suatu permintaan yang jelas, dari situ kita tidak bisa bergerak. Jika sudah ada, maka IDI akan mendalami terkait etika profesi yaitu melanggar atau tidak," kata Poernomo.

Dia menjelaskan, pelanggaran dalam profesi dokter ada banyak yakni meliputi pelanggaran etika profesi, pelanggaran disiplin ilmu dan pelanggaran hukum.

Untuk kasus dokter R, IDI menegaskan belum pernah menerima surat dari Polda Jatim untuk mengklarifikasi hal itu.

Poernomo mengemukakan standar tes berbeda di sebuah instansi berbeda-beda sesuai dengan peruntukannya. Misal, tes kesehatan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) panjang pemeriksaan, pemeriksaan dokter meliputi tuli atau tidak.

"Saya tak berani komentar hanya karena media sosial saja. Karena standar rumah sakit juga berbeda-beda. Apa orang itu melakukan standar profesi yang diharuskan atau tidak. Misal memberi surat keterangan tanpa memeriksa, itu salah," ujarnya.

Soal RS National Hospital, pihaknya akan segera minta klarifikasi RS tersebut dari cabang mana sang dokter berasal. Kemudian IDI cabang itu akan memanggil, mengklarifikasi apakah ada dugaan etik atau tidak.

"Kalau ada ya diproses, kalau tidak ya selesai. Namun kalau ragu-ragu kita baru masuk. Tetap dengan seksama dan hati-hati untuk menyimpulkan apakah dilanjut ke sidang etik atau tidak," tuturnya.

Dia menegaskan, sanksi dari IDI ada bermacam-macam. Mulai dari sanksi ringan, sedang atau berat. Yang paling berat, kata dia, adalah nanti sang dokter akan dipecat dari keanggoataan IDI. Jika sudah begitu, yang bersangkutan tidak bisa lagi membuka praktik dan tidak diterima di RS.

Pernyataan yang sama juga dilontarkan Poernomo untuk kasus RS Siti Khodijah, di mana diduga dokter menyuntik pasien yang sudah meninggal. "Semuanya harus dinilai rekam medis, tujuan dan sebagainya. Kami mengimbau pasien, jika tidak seperti yang diharapkan maka segera melapor pimpinan instanti dan IDI bisa menerima laporan," ujarnya.

Pewarta: Indra Setiawan & Willy Irawan
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018