Karawang (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Indonesia Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menyatakan kenaikan upah minimum kabupaten (UMK) Karawang yang menjadi Rp3,9 juta pada 2018 dikhawatirkan akan memperbanyak pemutusan hubungan kerja.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Karawang Abdul Syukur, di Karawang, Selasa, mengatakan, tingginya UMK Karawang mendorong industri padat karya pindah ke daerah lain.

Sedangkan perusahaan padat teknologi kemungkinan besar akan berlomba menggantikan tenaga manusia dengan tenaga robot.

Ia mengatakan, industri padat karya akan meninggalkan Karawang dengan tujuan Garut, Bandung, Majalengka, Jepara atau Solo. Alasannya, UMK Karawang selalu mengalami kenaikan cukup signifikan setiap tahun.

Kenaikan UMK itu secara otomatis memberatkan pengusaha. Seperti industri garmen di Karawang, harus membayar upah pekerja sebesar Rp3,9 juta.

Jika ditambah iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan untuk karyawan, bisa lebih dari Rp4 juta.

"Kalau perusahaan itu pindah ke Majalengka misalnya, membayar upah Rp1,7 juta. Ada selisih pembayaran upah Rp2,3 juta per karyawan dibandingkan di Karawang," kata dia.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Karawang Suroto juga mengakui bahwa  ditetapkannya UMK 2018 sebesar Rp3.919.291 berpotensi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Sepanjang tahun ini saja, sejak Januari hingga September 2017, dampak dari kenaikan upah pada 2017 lalu mengakibatkan sekitar 12 ribu karyawan dirumahkan.

Ia memprediksi perusahaan sektor tekstil, sandang dan kulit (TSK) akan terkena dampak dengan kenaikan UMK 2018 tersebut.

Pada tahun ini, akibat kenaikan UMK dari tahun 2016 ke 2017, ada beberapa perusahaan yang memilih pindah ke daerah lain, melakukan PHK, serta ada puluhan perusahaan yang meminta penangguhan pembayaran upah.

Pewarta: M.Ali Khumaini
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017