Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah di empat lokasi dalam penyidikan tindak pidana korupsi dugaan suap terkait penanganan kasus penyalahgunaan dana desa Dassok yang ditangani Kejari Pamekasan.

"Kasus suap Kajari Pamekasan terkait dengan laporan dugaan korupsi dana desa pada hari ini penyidik menggeledah di empat lokasi secara paralel," kata Pelaksana Harian (Plh.) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Empat lokasi yang digeledah KPK itu, antara lain, Kantor Bupati Pamekasan, Rumah Dinas Bupati Pamekasan, Kantor Inspektorat Pemerintah Kabupaten Pamekasan, dan Kantor Kajaksaan Negeri Kabupaten Pamekasan.

"Kegiatan penggeledahan itu dimulai pukul 15.00 WIB dan masih berlangsung saat ini," kata Yuyuk.

Ia mengatakan bahwa rencananya penyidik akan melanjutkan kegiatan di Kabupaten Pamekasan dengan melakukan pemeriksaan sejumlah saksi mulai Sabtu (5/8).

KPK telah menetapkan Bupati Pamekasan Achmad Syafii dan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra Prasetya sebagai tersangka dugaan korupsi suap terkait dengan penanganan kasus penyalahgunaan dana desa Dassok yang ditangani Kejari Pamekasan.

"Setelah melakukan pemeriksaan awal disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah dan janji, dan KPK meningkatkan status ke tingkat penyidikan serta menetapkan lima orang tersangka, yaitu ASY (Ahmad Syafii) sebagai Bupati Pamekasan RUD (Rudy Indra Prasetya) Kajari Pemekasan," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dalam konferensi pers, di gedung KPK Jakarta, Rabu (2/8).

Selain Syafii dan Rudy, KPK juga menetapkan Inspektur Pemerintah Kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi, dan Kabag Inspektur Kabupaten Pameksan Noer Solehhoddin sebagai tersangka.

SUT (Sutjipto Utomo), AGM (Agus Mulyadi), dan NS (Noer Solehhoddin) disangkakan Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Ahmad Syafii juga disangkakan pasal yang sama, kata Laode.

Pasal tersebut mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sementara itu, Kajari Pamekasan Rudy Indra Prasetya disangkakan Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

"Kasus ini berhubungan dengan implementasi pelaksanaan dana desa yang ingin membuat paving block. Akan tetapi, ada ketidakwajaran yang dilaporkan LSM ke Kejari Pamekasan karena anggaran Rp100 juta. Namun, dinilai masih ada kekurangannya," kata Laode.

Laporan itu disampaikan ke Kasi Intel Kejari Pamekasan Sugeng dan akan ditindaklanjuti, tetapi muncul reaksi dari Kades Dassok Agus Mulyadi.

"Tiba-tiba kepala desa itu ketakutan sehingga dia berupaya menghentikan penyelidikan dan penyidikan dengan melapor ke beberapa pihak, salah satunya inspektur Pemkab Pamekasan dan disampaikan kepada Kajari. Kajari mengatakan bahwa proses di Kejari bisa disetop kalau ada setoran Rp250 juta," kata Laode lagi.

Permintaan uang itu memang melebihi anggaran dana desa yang diduga dikorupsi.

"Jadi, anggarannya hanya Rp100 juta disebut penyelidikan akan disetop kalau ada seperti itu dan ini. Hal itu juga dilapokan kepada Bupati, dan bupati bahkan dengan Inspektur Pemkab Pamekasan mengatakan kasus itu harus diamankan agar jangan ribut-ribut pemanfaatan dana desa ini," ujarnya.

Namun, Laode mengaku belum mendapat laporan mengenai sumber uang tersebut.

"Masih didalami asal uang itu karena memang kalau hanya dari anggaran itu sendiri nilanya hanya Rp100 juta. Akan tetapi, sekali lagi, kasus ini sangat menarik karena anggaran yang kecil pun bisa menimbulkan kerugian yang lebih besar. Kami juga sudah berkoordinasi dengan Kejagung terkait dengan OTT ini beliau-beliau sudah memahami kejadiannya," kata Laode.

(T.B020/D007)

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017