Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso mengatakan revisi UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ditujukan memperbaiki tata kelola sekaligus meningkatkan kinerja BUMN, terutama dalam kedudukan strategisnya sebagai agen perubahan.

"Revisi UU BUMN ini sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR," katanya seperti dikutip dari bahan seminar Pra Munas Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) ke-10 dengan tema "Revisi UU BUMN untuk Reformasi Tata Kelola BUMN" di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan dalam upaya membenahi tata kelola sekaligus meningkatkan kualitas kinerja BUMN tersebut, maka penyempurnaan UU BUMN harus memuat prinsip-prinsip antara lain, aspek kepemilikan saham pemerintah pada BUMN; pendirian dan pembubaran anak perusahaan; dan daya saing BUMN.

Aspek lainnya adalah sinergitas antar-BUMN; penggunaan produk dalam negeri; kebijakan privatisasi; dan keterlibatan DPR dalam fungsi pengawasan BUMN.

Bowo menambahkann kedudukan BUMN dalam aspek pembangunan ekonomi Indonesia memiliki peran dan fungsi strategis.

Sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, pendirian BUMN dimaksudkan untuk kemajuan kesejahteraan umum.

"Oleh karena itu, arah perubahan UU BUMN akan ditujukan pada perbaikan tata kelola sekaligus peningkatan kualitas kinerja BUMN," ujarnya.

Pembicara lain pengamat ekonomi Faisal Basri menyoroti makin banyak BUMN merambah ke bidang usaha yang jauh dari bisnis intinya.

Ia mencontohkan sejumlah BUMN yang keluar dari bisnis intinya dan kini merambah ke bisnis hotel.

Padahal, lanjutnya, sudah ada BUMN khusus pengelola hotel yakni PT Hotel Indonesia Natour dan Inna Hotel Group.

Fasial menyarankan penanganan BUMN melalui empat kategori.

Pertama, untuk BUMN yang efisiensinya rendah dan kemaslahatannya bagi masyarakat luas (eksternalitas) juga rendah maka opsinya adalah likuidasi atau dijual.

Lalu, untuk BUMN efisien rendah, namun eksternalitas tinggi, bisa direstrukturisasi, korporatisasi, atau aliansi strategis.

Untuk BUMN dengan efisiensi tinggi, namun eksternalitas rendah, maka bisa dilakukan privatisasi atau penawaran saham perdana (IPO).

Sedang, BUMN yang efisiensi dan eksternalitas tinggi, tidak ada masalah.

"Tapi, jangan diganggu dan jangan digabung dengan BUMN sakit, bisnisnya merupakan substitusi, atau model bisnisnya yang sangat berbeda," kata Faisal.

(T.K007/S025)

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017