Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh mengatakan belum ada kesepakatan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang batasan usia dewasa sehingga belum ada perlindungan yang optimal terhadap anak-anak.

"Antara undang-undang satu dengan yang lain berbeda. Ada yang menyebutkan 16 tahun, 17 tahun, ada pula lembaga negara yang menetapkan 21 tahun," kata Ninik, panggilan akrabnya, dihubungi di Jakarta, Sabtu.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan batas usia warga negara untuk menikah minimal 16 tahun.

Hal itu berbeda dengan setiap peraturan perundang-undangan tentang pemilihan umum yang berlaku di Indonesia yang menetapkan setiap warga negara yang memiliki hak pilih berusia 17 tahun atau sudah menikah.

Begitu pula dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menetapkan batasan usia 17 tahun bagi warga negara untuk memiliki surat izin mengemudi (SIM).

"Sedangkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menetapkan batas usia 21 tahun baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah karena sudah matang secara fisik maupun psikologis," tuturnya.

Khusus untuk batasan usia menikah, Ninik lebih sepakat dengan BKKBN. Menurut dia, yang diperlukan dalam pernikahan bukan hanya usia fisik tetapi juga kematangan psikologis.

"Kita harus tegas menghentikan pernikahan usia anak. Seorang anak tidak bisa disamakan dengan orang dewasa karena belum bisa mengambil keputusan sendiri," katanya.

Selain itu, pernikahan usia anak juga bisa mengarah pada kekerasan seksual terhadap anak, bila terjadi pemaksaan pernikahan.

"Salah satu bentuk kekerasan seksual adalah pemaksaan pernikahan. Hal itu kebanyakan terjadi pada anak," ujarnya.

(T.D018/A011)

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017