Yogyakarta (ANTARA News) - Tim Pengendali Inflasi Daerah Istimewa Yogyakarta merencanakan operasi pasar cabai untuk menekan harga komoditas itu, khususnya cabai rawit merah yang hingga saat ini masih melambung tinggi di pasaran.

"Salah satu yang direncanakan TPID adalah operasi pasar (OP)," kata Ketua III Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) DIY Arief Budi Santoso di Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY, Senin.

Menurut dia OP cabai tidak mudah karena termasuk komoditas yang memiliki daya simpan rendah. Oleh sebab itu, rencana itu masih akan dikoordinasikan dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindagkop) DIY serta Badan Urusan Logistik (Bulog) Divre DIY.

"Setelah mendapat izin dari Disperindag dan Bulog DIY memang ada rancangan melakukan OP, karena tidak mudah melakukan OP cabai," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY itu.

Berdasarkan pemantauan Disperindag DIY harga cabai rawit merah di Pasar Demangan, Pasar Bringharjo, dan Pasar Kranggan Yogyakarta terakhir mencapai Rp74.333 per kg. Sejumlah jenis cabai lain juga masih stabil tinggi, seperti cabai rawit hijau masih dijual Rp55.333 per kg, cabai merah besar dan cabai merah keriting Rp33.333 per kg.

Meski demikian, Arief mengatakan tingginya harga cabai rawit merah diperkirakan tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi DIY pada Januari 2017 karena masih diimbangi dengan harga sejumlah komoditas pokok lain yang hingga saat ini masih terkendali. 

"Bahwa ada pengaruh iya, tetapi bobotnya tidak terlalu signifikan karena masih tertolong komoditas lain yang harganya masih terkendali seperti beras," kata dia.

Arief mengatakan meski kondisi cuaca cukup berpengaruh terhadap produksi tanaman cabai, namun persediaan cabai di DIY sesungguhnya masih melimpah. Saat ini, menurut dia, masih ada 1.300 hektar lahan tanaman cabai yang siap dipanen. 

"Tetapi yang namanya pasar, bisa saja hasil (tanaman cabai) di Yogyakarta lari ke daerah-daerah lain," kata dia.

Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY (BKPP DIY) Arofah Noor Indriani mengakui produksi cabai di DIY sesungguhnya berlebih atau jauh lebih tinggi dari kebutuhan masyarakat. 

Menurut dia, rata-rata produksi cabai di DIY mencapai 80 ton per tahun, sementara kebutuhan masyarakat hanya berkisar 20-25 ton per tahun. "Produksi cabai DIY sesungguhnya 3-4 kali lipat dari kebutuhan," kata dia.

Namun demikian, menurut dia, 75 persen produksi cabai di DIY lebih banyak disalurkan ke daerah-daerah lain seperti Jawa Barat dan DKI Jakarta. Selain kualitas cabai di DIY banyak diminati daerah lain, petani cabai di DIY lebih memilih menjual ke daerah lain karena dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi.

"Sehingga untuk mencukupi kebutuhan masyarakat DIY sendiri, kita justru harus mendatangkan dari daerah lain seperti Muntilan dengan harga yang lebih tinggi," kata dia.

Pemda DIY, menurut dia, tidak memiliki instrumen untuk mengendalikan lalu lintas perdagangan cabai agar tidak banyak mengalir ke luar daerah. "Kami tidak bisa mengendalikan," kata Arofah.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017