Jakarta (ANTARA News) - Seakan tidak ada sekat yang nyata memisahkan kehidupan dua masyarakat yang berbeda di Ruili, suatu kota di China yang berbatasan langsung dengan Kota Muse di Myanmar di seberang.

Di bawah pemerintahan Prefektur Dehong di bagian barat Provinsi Yunnan, Ruili telah menjadi perbatasan utama dan lokasi strategis bagi perdagangan China-Myanmar.

Pada zaman dahulu, Ruili menjadi salah satu gerbang utama Jalur Sutra di barat daya China. Oleh karenanya, kedua wilayah tersebut memiliki ikatan sejarah spiritual, budaya, dan perdagangan yang sangat erat.

Ruili hanya bisa dicapai dengan jalur darat, dengan bandara terdekat terletak di Mangshi, ibukota Prefektur Dehong, yang berjarak sekitar 100 km di timur.

Pada akhir Oktober, lima belas jurnalis dari negara-negara anggota ASEAN--dalam kunjungan media ke Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 yang diadakan oleh China Report and ASEAN-China Centre--harus terlebih dahulu menempuh perjalanan udara selama tiga jam dai Kunming, ibukota Provinsi Yunnan, ke Mangshi sebelum lanjut ke Ruili melalui perjalanan darat.

Kebudayaan China dan Myanmar tampak melebur ketika memasuki wilayah di ujung barat daya Provinsi Yunnan tersebut.

Kuil-kuil budha dengan stupa emas berbentuk lonceng berdiri di atas bukit dan di tengah-tengah desa menghiasi perjalanan darat selama kurang lebih satu jam setengah dari Mangshi ke Ruili.



Para pelancong mengunjungi gerbang perbatasan di Jiegao, Ruili di Provinsi Yunnan, Republik Rakyat Cina pada Kamis (27/10). Ruili, yang berbatasan dengan Myanmar, menjadi gerbang sebelah barat daya Cina ke wilayah Asia tenggara dan Asia Selatan. (ANTARA News/Aditya E.S. Wicaksono)


Papan-papan bertuliskan dengan aksara-aksara China dan Myanmar terpasang di bangunan-bangunan komersial maupun pemerintahan setempat.

Dewasa ini, dataran yang terbuka, akses jalan raya yang bertambah baik, dan aktivitas perdagangan yang berkembang telah membuat Ruili, kota berpenduduk sekitar 180.000 itu, suatu gerbang terbuka bagi Asia tenggara dan Asia Selatan.

Dua pelabuhan darat kelas I nasional di Ruili dan Wanding, suatu kota terletak 26 km ke timur, berperan sebagai dua gerbang utama dan pos pemeriksaan yang telah memajukan ekonomi China dan Myanmar.

Berdasarkan catatan sejarah, Pelabuhan Wanding, kala Perang Dunia II, menjadi satu-satunya gerbang darat, dan juga gerbang terdekat China ke Samudra Hindia, untuk membawa pasokan barang dan militer masuk ke wilayah China.

Pelabuhan Wanding meneruskan tugasnya dengan jembatan baru yang dibangun di sebelah jembatan lama, yang kini menjadi salah satu monumen bersejarah di China.

Jembatan tersebut juga menjadi daya tarik wisata lokal bagi wisatawan yang ingin mengetahui sejarah perbatasan atau hanya sekedar berbelanja produk bebas pajak dan giok dari Myanmar di toko-toko di sekitar pelabuhan.

Kendaraan dan truk-truk barang dari kedua negara melintasi kedua gerbang tersebut tiap harinya.


Sejumlah truk melintasi gerbang perbatasan di Wanding, Ruili, Provinsi Yunnan,, Republik Rakyat Cina pada Kamis (27/10). Kota Wanding; yang; berbatasan dengan Myanmar; menjadi gerbang sebelah barat daya Cina ke wilayah Asia tenggara dan Asia Selatan. (ANTARA News/Aditya E.S. Wicaksono)


Sementara komoditas ekspor utama China ke negara tetangganya adalah kebutuhan sehari-hari, mesin, barang elektronik, dan sepeda motor, Myanmar mengirimkan produk-produk alami terbaiknya seperti buah segar, sayuran dan ikan ke China.

Pemerintah setempat telah melakukan perubahan dan modernisasi untuk mempercepat proses administrasi pengiriman dan pengeluaran barang untuk menghindari antrian panjang kendaraan di Pusat Pemeriksaan Terpadu di Pelabuhan Ruili, di mana sekitar empat juta kendaraan dan sekitar 18 juta orang melintas pada 2015.

Wakil Kepala Biro Industri dan Perdagangan Ruili Yang Hongliang mengatakan jika pada 2014 diperlukan paling tidak satu jam untuk menyelesaikan proses administrasi barang dan kepabeanan di Pelabuhan Ruili.

"Sekarang bisa selesai dalam 15 menit, sementara untuk produk-produk segar seperti ikan laut dan buah bisa rampung dalam lima menit," kata Yang.

Sejak itu, volume ekspor China ke Myanmar mengalami peningkatan mencapai 4,5 miliar Dollar AS pada 2015.


Gerbang Peluang


Warga setempat duduk menunggu turis di gerbang perbatasan di Jiegao, Ruili di Provinsi Yunnan, Republik Raykat Cina pada Kamis (27/10). (ANTARA News/Aditya E.S. Wicaksono)


Gerbang Ruili tidak hanya terbuka bagi perdagangan namun juga bagi ribuan warga negara Myanmar yang ingin mencari penghidupan di tanah Tiongkok.

Para pria dari Myanmar mengenakan kain seperti sarung dengan simpul terikat di depan, sedangkan para perempuan dengan Thanaka, sejenis bedak wajah berwarna kuning keputihan, dipakai di kedua pipi mereka, menjadi pemandangan umum di sudut-sudut kota Ruili.

Sejak 2013, Pemerintah China telah mengeluarkan kurang lebih 50.000 sertifikat registrasi, suatu surat izin kerja bagi warga Myanmar untuk bekerja di Ruili dan wilayah pengembangan di sekitarnya.

Pusat Administrasi dan Layanan Orang Asing di Ruili setiap harinya sibuk melayani para pekerja asing dari Myanmar yang ingin mengurus surat izin bekerja.

Direktur Pusat Administrasi dan Layanan Orang Asing Ruili Shao Yongbao mengatakan jika kantornya bisa mengeluarkan sekitar 100 surat izin bekerja setiap harinya.

"Sertifikat tersebut berlaku untuk satu tahun. Biaya untuk mengurusnya sebesar 200 Yuan," kata Shao.

Sementara warga setempat China mendapat upah sekitar 200 Yuan tiap harinya, pekerja asing dari Myanmar mendapat upah lebih murah sekitar 100 Yuan (kurang lebih Rp200.000) per hari.


Sejumlah pekerja asing mengantri di depan kantor pusat administrasi dan layanan bagi orang asing di Ruili, Provinsi Yunnan, Republik Rakyat Cina, pada Kamis (27/10). (ANTARA News/Aditya E.S. Wicaksono)


Industri dan bisnis yang berkembang di Ruili menjadi daya tarik bagi para warga Myanmar yang ingin meningkatkan taraf hidupnya di China.

"Saya telah bekerja di Ruili selama sembilan tahun," kata Mim Min Soe asal Myanmar ketika mengantri untuk mengurus surat izin kerja.

Ayah dari satu putri tersebut bekerja selama sembilan jam per hari sebagai kurir atau porter dengan bayaran 120 Yuan.

Pemerintah setempat, selama masa percobaan, juga menyediakan pelatihan bagi para pekerja asing lewat sejumlah pusat pelatihan dan pendidikan di Ruili.

Yunnan Technical College di Ruili adalah salah satu pusat pendidikan dan pelatihan resmi yang menyediakan pelatihan kejuruan bagi para pekerja asing di Ruili.

"Para pekerja yang belum memiliki kemampuan berbahasa dan keahlian profesi, mereka juga perlu mengetahui lebih jauh tentang hukum di China. Mereka perlu membiasakan diri untuk tinggal di sini," kata Direktur Yunnan Technical College cabang Ruili Luo Hailin.

Segera sesudah mereka memiliki keahlian yang diperlukan, para pekerja asing tersebut bisa memulai pekerjaan mereka di berbagai sektor seperti konstruksi, perawatan, layanan kebersihan, dan manufaktur di Ruili.


Para pekerja, sebagian besar warga Myanmar, merakit sepeda motor di pabrik perakitan sepeda motor Yinxiang Motorcycle di Ruili, Provinsi Yunnan, Republik Rakyat Cina pada Kamis (27/10). (ANTARA News/Aditya E.S. Wicaksono)


Sebagai contoh, Yangxiang Motorcycle adalah salah satu perusahaan besar di Ruili yang membutuhkan tenaga kerja terampil dari Myanmar di ketiga pabrik perakitan kendaraan bermotornya.

Perusahaan tersebut mampu memproduksi 800 kendaraan roda dua dari setiap pabrik perakitan setiap harinya, sementara sebanyak 70 persen para pekerjanya adalah pekerja asing Myanmar.


Satu Desa di Dua Negara


Di suatu desa sekitar 10 km dari pusat kota Ruili, warga dari kedua negara telah hidup berdampingan dari generasi ke generasi.

Tidak ada tembok yang memisahkan mereka, hanya suatu garis batas dari cat berwarna kuning di atas aspal, yang justru menyatukan dua lingkungan yang berbeda di Desa Dai.

Desa yang ditinggali etnis minoritas Dai tersebut disebut Satu Desa di Dua negara karena garis perbatasan membagi desa tersebut menjadi dua wilayah, satu di Cina bernama Yinjing, ditinggali 1.400 penduduk, sementara satu lagi di wilayah Myanmar bernama Mangxiu, yang berpenduduk 1.000 orang.

Warga dari kedua negara tersebut berbagi adat, tradisi dan bahasa yang sama.

Perdagangan dan pertukaran dari kedua wilayah menjadi rutinitas sehari-hari warga.


Penduduk setempat mengendarai traktor melintasi garis perbatasan di Desa Dai, Ruili, Provinsi Yunnan, Republik Raykat Cina pada Kamis (27/10). Desa yang menjadi rumah bagi etnis minoritas Dai dikenal sebagai Satu Desa di Dua Negara karena garis batas membelah desa tersebut menjadi dua bagian, satu di Cina bernama Yunjing, satu di Myanmar bernama Mangxiu. (ANTARA News/Aditya E.S. Wicaksono)


Warga setempat juga mengelola sejumlah toko cinderamata dan giok yang diperuntukkan bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Dai.

Karena Desa Dai tidak memiliki batas alami, tidak mengherankan jika ada tanaman yang tumbuh di wilayah Cina memiliki ranting yang menjalar dan berbuah di wilayah negara tetangga.

Penduduk setempat berlalu-lalang bahkan ada yang mengendarai traktornya melewati perbatasan dengan santai untuk mengelola tanahnya di sisi seberang desa.

Keseimbangan antara kontrol dan fleksibilitas di Desa Dai bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain.

Si saat kendali perbatasan yang longgar telah berperan besar menjaga interaksi sosial dan ekonomi masyarakat perbatasan, pengetatan yang tidak perlu hanya akan mengganggu kehidupan masyarakat etnis yang majemuk di wilayah perbatasan.

Oleh Aditya E.S. Wicaksono
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2016