Jakarta (ANTARA News) - Pada Agustus 1995 masyarakat Muslim Indonesia di Amerika Serikat membeli sebuah gudang besar di daerah Astoria, Queens New York dari seorang pengusaha Yahudi untuk dijadikan masjid.

Dana pembangunan masjid itu dikumpulkan sejak beberapa tahun sebelumnya dari warga Indonesia yang berada di New York dan sekitarnya serta dari sejumlah donatur di Tanah Air.

Pengubahan peruntukan gudang menjadi masjid itu rampung pada November 1995. Pada bulan itu juga Duta Besar RI untuk AS, Dr Arifin M Siregar ketika itu meresmikannya sebagai Masjid Indonesia.

Belakangan masjid itu kemudian diberi nama "Al-Hikmah". Sejak saat itu kegiatan keagamaan Muslim Indonesia di New York dan sekitarnya selalu diselenggarakan di masjid tersebut.

Masjid berlantai dua yang juga dimanfaatkan sebagai tempat pengajian dan pendidikan keagamaan, khususnya bagi anak-anak dan remaja itu merupakan masjid pertama yang murni dibangun oleh warga Indonesia di luar negeri.

Setiap salat Jumat, masjid tersebut selalu dipenuhi jamaah, termasuk Muslim setempat serta orang Islam dari berbagai negara yang berada di New York seperti dari Pakistan, Malaysia, Brunei Darussalam, Bangladesh, Mesir, Palestina, dan Panama.

Meski dikunjungi Muslim dari berbagai negara, khatib pada salat Jumat di masjid tersebut dengan berbagai pertimbangan tetap diutamakan warga Indonesia. Pada khutbah pertama, khatib memberikan penjelasan dalam bahasa Indonesia, sedangkan pada khutbah kedua dalam bahasa Inggris.

Pembangunan masjid ternyata juga banyak dilakukan oleh para pendatang Muslim dari negara-negara lainnya di Amerika. Dampak positifnya, banyak warga Amerika yang kemudian tertarik mempelajari Islam dan menjadi muallaf, sehingga lambat laun Islam berkembang di Negeri Paman Sam itu.

Dalam hubungan itu Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Amerikia Serikat untuk Indonesia Robert O Blake Jr baru-baru ini bahkan mengemukakan fakta yang mengejutkan, sekaligus menggembirakan, yakni bahwa Islam berkembang pesat di negaranya.

Berbicara di Jakarta ketika menggelar diskusi mengenai umat Muslim di AS pada 9 Juli 2015, Dubes Blake mengatakan, salah satu wilayah di AS yang perkembangan Islamnya paling cepat adalah Texas.

"Ini menunjukkan bahwa Amerika adalah negara yang bebas dan tidak membatasi warganya untuk memeluk agama apa pun," katanya.

Menurut dia, jumlah pemeluk agama Islam di Amerika memang belum diketahui secara persis, sebab sensus tidak melacak apakah seseorang itu Muslim atau bukan.

"Namun Islam adalah agama yang pertumbuhanya paling pesat di Amerika. Di negara bagian yang luas seperti Texas, Islam menjadi agama terbesar kedua di sana. Islam adalah agama yang diterima secara luas dan dihormati," sambung diplomat AS yang pernah bertugas di kawasan Timur Tengah itu.


Faktor pemicu

Pesatnya penyebaran Islam di Amerika, bahkan juga di Eropa, terutama terjadi justru setelah adanya serangan terhadap gedung World Trade Center (WTC) di New York pada 11 September 2001 yang sampai sekarang belum diketahui secara jelas siapa pelakunya itu.

Ketertarikan secara alamiah dan rasa ingin tahu yang mendalam tentang ajaran Islam telah mendorong peningkatan jumlah warga Amerika yang berpaling kepada ajaran Islam.

Menurut Imam Besar Islamic Centre di New York, Shamsi Ali, perkembangan Islam di AS semakin pesat setelah terjadinya serangan terhadap gedung WTC. Kesalahpahaman terhadap Islam sudah berlangsung lama, dan serangan terhadap gedung WTC pada 11 September 2001 merupakan sebuah titik balik.

"Saya melihat justru di situ titik baliknya. Walaupun diekspose secara negatif, ternyata dengan karakter ingin tahunya, orang-orang Amerika justru mencari tahu apa itu Islam. Mereka kemudian menemukan Islam yang sesungguhnya," ujar Imam asal Makassar, Sulawesi Selatan itu kepada pers di Jakarta belum lama berselang.

Imam Shamsi memaparkan, sebelum 11 September 2001 pemeluk Islam di AS adalah imigran dan pekerja biasa yang datang dari Indonesia atau dari negara-negara lain yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

"Setelah 11 September 2001, banyak kalangan intelektual serta profesional muda Amerika yang kemudian memutuskan untuk memeluk Islam. Artinya, jumlahnya bertambah, kualitasnya juga semakin kokoh dan semakin kuat," ujar Shamsi.

Salah satu profesional muda Amerika yang akhirnya memeluk Islam adalah George Green. Green sebelumnya dikenal sebagai manajer tour artis-artis hip-hop kenamaan dunia seperti Jay-Z dan Kanye West.

"Tahun 2011 saya memutuskan untuk memeluk Islam," ucap Green kepada pers di Jakarta baru-baru ini.

Kini Green menjadi motivator, penulis, dan sukarelawan kemanusiaan. Bukan hal yang aneh apabila melihat Green sedang membagi-bagikan makanan kepada tunawisma di jalan-jalan di kota New York Amerika atau di Melbourne Australia lantaran ia berkomitmen menggarap proyek amal dan kemanusiaan secara global.

Perkembangan Islam yang pesat di Amerika jelas bukan saja disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk yang datang dari negara-negara Muslim, tetapi juga karena bertambahnya jumlah orang Amerika yang memeluk Islam (muallaf).

"Alhamdulillah, kondisi umat Islam di AS baik-baik saja. Umat Islam terus bertambah banyak di sini, baik sebelum maupun sesudah peristiwa 11 September 2001," ujar Mohammad Kudaimi, anggota Nawawi Foundation, sebuah lembaga pendidikan yang berbasis di Chicago Amerika belum lama ini.

Menurut pria keturunan Suriah itu, dalam lima tahun terakhir ini Islam menjadi agama yang paling cepat perkembangannya di bandingkan dengan agama-agama lainnya di Amerika.

Setiap harinya selalu ada warga negara non-Muslim AS yang memeluk Islam. Kondisi serupa juga terjadi di benua Eropa dan kawasan Amerika lainnya. Ia sependapat dengan Imam Shamsi bahwa setelah peristiwa 11 September, Islam mendapatkan perhatian besar dari kalangan warga Amerika yang berpendidikan.

Peristiwa penyerangan WTC di New York itu bukannya membuat makin besar stigma negatif terhadap Islam, tetapi justru makin menambah banyaknya jumlah anak muda dan kalangan berpendidikan di Amerika yang termotivasi untuk mempelajari Islam dan akhirnya memeluk Islam.

Maka benar kata-kata bijak: Selalu ada hikmah di balik peristiwa. Subhaanallaah.



*Aat Surya Safaat, Pengurus Bidang Infokom Majlis Ulama Indonesia (MUI), Kepala Biro Kantor Berita Antara di New York tahun 1993-1998.

Oleh Aat Surya Safaat*
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015