Jangan sampai ada `deal-deal` tertentu untuk ikut mempengaruhi keputusan dalam proyek lapangan gas Abadi Blok Masela di Maluku tersebut,"
Jakarta (ANTARA News) - Polemik pembangunan infrastruktur penyaluran dan pengolahan gas Blok Masela di Maluku, jangan sampai dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu, kata anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDIP, Mercy Christy Barends.

"Jangan sampai ada deal-deal tertentu untuk ikut mempengaruhi keputusan dalam proyek lapangan gas Abadi Blok Masela di Maluku tersebut," kata Mercy kepada pers di Jakarta, Senin.

Mercy meminta seluruh pembahasan mengenai proyek tersebut harus dilakukan secara terbuka, transparan dan akuntabel serta melibatkan keterwakilan rakyat Maluku.

"Kita (daerah) punyak hak participating interest 10 persen di blok Masela. Jika fasilitas infrastruktur gas itu ingin dibangun di daratan maupun terapung di laut, saya wanti-wanti dengan sangat keras bahwa ini harus melibatkan rakyat Maluku," katanya.

Ia mengharapkan keputusan yang dipilih pemerintah nantinya merupakan opsi terbaik untuk kepentingan kedaulatan bangsa dan negara serta rakyat Maluku.

Meski begitu ia menyampaikan keinginan DPR mengundang Pemerintah untuk membahas secara terbuka tentang blok Masela ini. Semua pihak akan diundang ke DPR untuk membicarakan masalah blok Masela ini, ujarnya.

"DPR punya hak untuk ikut membicarakan ini secara terbuka. Semua pihak kita undang ke sini (DPR) untuk dibicarakan. Kami ingin mendapat penjelasan baik dari mereka yang menawarkan onshore maupun floating. Mana opsi yang rasional bukan karena pendekatan atau kepentingan kelompok tertentu," tegasnya.

Rencana pembangunan fasilitas pengolahan gas dari Blok Masela menjadi gas alam cair (LNG) telah memicu polemik di kalangan pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli menginginkan pembangunan fasilitas tersebut dilakukan di daratan (on shore) yang terletak di Pulau Aru. Untuk memasok gas ke pulau tersebut dibutuhkan pembangunan pipa sepanjang 600 kilometer (km). Namun SKK Migas menilai biaya pembangunan fasilitas terapung di atas laut (offshore) berupa kapal (FLNG) lebih murah.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said belakangan memutuskan untuk mencari rekomendasi profesional untuk pembangunan fasilitas tersebut dari konsultan independen yang mumpuni dengan kualitas internasional.

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015