... penjual dan pembeli satwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp100 juta...
Kuala Pembuang, Kalimantan Tengah (ANTARA News) Aktivitas perburuan yang dilakukan oknum masyarakat di pesisir pantai Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah dapat mengancam kelestarian penyu sisik sebagai salah satu hewan dilindungi.

"Penyu sisik khususnya untuk telur memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga menjadi sasaran untuk diburu, perburuan telur penyu membuat menurunnya populasi penyu, lambat laun bisa menyebabkan penyu punah," kata Kepala Seksi Pengolahan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) Wilayah II Kuala Pembuang Seruyan, Budi Suriansyah, di Kuala Pembuang, Sabtu.

Ia menegaskan, semua jenis penyu dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang berarti perdagangan penyu dalam keadaan hidup, mati maupun bagian tubuhnya dilarang.

"Pelaku perdagangan termasuk penjual dan pembeli satwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp100 juta," katanya.

Ia menambahkan, selain perburuan, aktivitas kapal nelayan yang berada di wilayah perairan laut Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah dapat mengancam kelestarian penyu sisik.

"Aktivitas nelayan pada malam hari dengan menggunakan kapal dan berada jauh dari bibir membuat penyu sisik menjadi takut ke pantai untuk bertelur, akhirnya mereka tidak jadi bertelur," katanya.

Ia menjelaskan, perairan laut Seruyan merupakan salah satu jalur perlintasan saat penyu sisik melakukan migrasi ke berbagai daerah di Indonesia, karena mempunyai kawasan pantai yang gelap, sunyi dan berpasir, maka pesisir pantai laut Seruyan menjadi salah satu lokasi dari penyu sisik untuk bertelur.

"Kami banyak menemukan telur penyu sisik di wilayah pantai Desa Sungai Perlu Kecamatan Seruyan Hilir, dan memang perairan laut Seruyan merupakan salah satu jalur migrasi dari penyu sisik di Indonesia," katanya.

Pewarta: Fahrian Adriannoor
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015