Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM, Hamid Awaluddin, mengatakan rencana perjanjian penukaran narapidana (tranferred sentenced prisoner/TSP) dengan Australia masih akan dibawa ke rapat Menko Polhukam. "Sebenarnya sudah tidak ada persoalan, tapi masalah tersebut masih akan kita bawa ke rapat di tingkat Menko Polhukam," kata Hamid pada dialog media "Refleksi Akhir Tahun 2006" di Bogor, Kamis malam. Dikatakannya rencana pembuatan perjanjian pertukaran narapidana itu sudah dikaji oleh kedua negara. Perjanjian tersebut, menurut Hamid, hanya akan mengatur tempat pelaksanaan hukuman, dan tidak mengubah vonis masa hukuman yang harus dijalani oleh narapidana. Dengan demikian, dia menambahkan tidak ada persoalan sama sekali dengan sistem hukum kedua negara yang jelas berbeda. "Filosofinya adalah untuk mendekatkan narapidana dengan kultur dan budaya tempat dimana dia dipidana," katanya. Perjanjian pertukaran narapidana ini menurut Hamid juga dilakukan karena hukum pidana tidak mengenal adanya pemidanaan ganda "Ini juga kita lakukan karena kita tidak mengenal dua pemidanaan. Seseorang tidak bisa dipidana dua kali. Selain hukuman itu sendiri, tempat menjalani hukuman juga tidak boleh menyengsarakan," katanya Perlu dibawanya rencana itu ke rapat Menko Polhukam, dia menjelaskan, adalah karena keputusan membuat perjanjian ini merupakan hal yang baru, sehingga perlu dibahas di jenjang yang lebih tinggi. Dalam kesempatan itu, Hamid juga menjelaskan penerapan UU No.12/2006 tentang kewarganegaraan dinilai cukup berhasil, yang terlihat pada antara lain 44 anak hasil perkawinan campuran telah memperoleh status kewarganegaraan RI, dan satu warga negara keturunan asing juga telah diberikan status kewarganegaraan RI. Pelaksanaan UU no 12 /12006 itu, menurut Hamid, juga telah dilengkapi dengan PP dan dua keputusan menteri yang mengatur tentang mekanisme proses pendaftaran, kewarganegaraan, dan cara memperoleh status kewarganegaraan. (*)

Copyright © ANTARA 2006