Makanya, kami sepakat dengan rencana pemerintah untuk mengkaji ulang proses pendistribusian bantuan ini berupa uang elektronik atau `e-money` karena fakta yang terjadi selama ini, bantuan raskin memang banyak yang diselewengkan."
Pamekasan (ANTARA News) - Sebanyak 153 ton beras bantuan untuk warga miskin yang tersimpan di gudang Bulog Sub Divre XII Madura, tidak layak konsumsi, berbau apek, berulat dan kondisinya sudah hancur seperti tepung.

Adanya beras tidak layak konsumsi ini ditemukan saat anggota DPR RI asal Madura KH Kholilurrahman melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang Bulog yang terletak di Jalan Raya Panglegur, Pamekasan, Senin.

"Kasihan rakyat kalau harus mengkonsumsi beras seperti ini," kata Kholil saat melihat kondisi beras, setelah membuka sak dari stok beras raskin yang ada di gudang itu.

Mantan Bupati Pamekasan ini selanjutnya meminta satu per satu sak dari beras Bulog itu dibuka, dan hasilnya memang banyak yang tidak layak konsumsi, hingga akhirnya ditemukan sebanyak 150 ton beras yang tidak layak konsumsi.

Kholil berinisiatif untuk melakukan sidak ke Gudang Bulog Sub Divre XII Madura itu, atas permintaan warga dalam serap aspirasi yang menyebutkan bahwa kualitas beras Bulog Madura tidak layak konsumsi.

Tidak hanya itu saja, kasus yang terjadi di Bulog Madura terkait dugaan korupsi raskin juga tergolong parah, karena beras hanya didistribusikan enam kali dalam sebulan, bahkan ada desa yang hanya mendistribusikan sebanyak tiga kali.

Padahal, sesuai dengan ketentuan, bantuan beras untuk warga miskin itu setiap bukan, bahkan juga ada jatah bantuan raskin ke-13. Namun di Pamekasan, bantuan raskin ke-13 itu tidak pernah dibagikan pada masyarakat.

Kepala Gudang Bulog Pamekasan Yuni Irianto mengaku, pihaknya tidak mendistribusikan beras tak layak konsumsi itu ke masyarakat. Setiap hendak didistribusikan Bulog terlebih dahulu melakukan pengecekan.

"Yang tidak layak tentu tidak kami distribusikan. Kalau ada beras yang tidak layak konsumsi terdistribusi, kami meminta kepala masyarakat agar dikembalikan," katanya menjelaskan.

Kasus raskin di Pulau Madura berupa beras tidak layak konsumsi, serta pendistribusian yang tidak sesuai dengan ketentuan telah merugikan negara miliaran rupiah.

Hasil kajian Forum Kajian Kebijakan Publik (FKKP) Pamekasan mencatat, nilai kerugian negara tidak sedikit, yakni mencapai Rp58,8 miliar lebih per tahun. Data kerugian negara pada bantuan raskin ini berdasarkan fakta yang terungkap di lapangan, bahwa, bantuan raskin rata-rata hanya dibagikan selama enam bulan dalam setahun.

Asumsi enam bulan tersebut merupakan asumsi terendah, sebab faktanya di beberapa desa di Pamekasan ada yang hanya didistribusikan selama 3 kali dalam dua tahun, seperti yang terjadi di Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan.

Sementara di Pamekasan, jumlah rumah tangga sasaran penerima manfaat sebanyak 109.017 RTS atau setara dengan 1.635.255 kilogram per bulan. Jumlah itu setara Rp9.811.530.000 per bulan dengan harga tebus Rp6.000 perkilogram.

Dalam setahun, alokasi dana yang harus dikeluarkan pemerintah untuk bantuan raskin kepada masyarakat Pamekasan sebanyak Rp127,5 miliar, termasuk bantuan raskin ke-13 setiap tahunnya.

Sehingga jika asumsi beras yang digelapkan oknum enam bulan, maka kerugian negara sekitar Rp58,8 miliar. Korupsi bantuan raskin di Kabupaten Pamekasan ini terjadi 178 desa di Kabupaten Pamekasan dan telah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri setempat.

"Makanya, kami sepakat dengan rencana pemerintah untuk mengkaji ulang proses pendistribusian bantuan ini berupa uang elektronik atau e-money karena fakta yang terjadi selama ini, bantuan raskin memang banyak yang diselewengkan," kata Direktur FKKKP Muid Syarani kepada Antara, Senin malam.

Pewarta: Abd Aziz
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015