Jakarta (ANTARA News) - Seratusan lebih orang dari berbagai profesi menyatakan akan mengikuti aksi reli mogok makan untuk menekan pemerintah agar segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan meratifikasi Konvensi ILO 189.

"Hingga saat ini yang telah mendaftar dan menyatakan untuk ikut aksi reli mogok makan ini sudah ada sekitar 125 orang," kata Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini di sela-sela acara Peluncuran Rally 100 Perempuan Mogok Makan untuk Pekerja Rumah Tangga di Gedung Komnas Perempuan, Jakarta, Sabtu.

Lita sendiri melakukan aksi mogok makan sejak 20 hari lalu demi mendesak dimasukKannya UU PPRT ke dalam Pogram Legislasi Nasional (Prolegnas) dan segera diratifikasinya Konvensi ILO 189.

Peserta mogok makan tersebut, kata Lita, terdiri dari orang yang berprofesi sebagai PRT, buruh, aktivis perempuan, jurnalis, guru dan dosen.

"Mereka semua tersebar di Indonesia, Hongkong, Singapura, Amerika dan Belanda," katanya.

Menurut Lita, mogok makan tersebut menggunakan sistem reli, setiap orang bergantian melakukan aksi tersebut setiap harinya.

Lebih lanjut Lita mengatakan dari semalam sudah ada 20 orang yang melakukan aksi mogok makan di Indonesia dan Hongkong. Untuk di Hongkong sendiri saat ini, persatuan buruh migran di sana juga sedang melakukan aksi unjuk rasa di depan Konsulat Jenderal Republik Indonesia.

"Kami di sini mendukung aksi reli mogok makan ini, sebagian dari kami juga sudah melakukan hal tersebut dan besok kami akan sosialisasi lebih lanjut, kami harap diskriminasi pada PRT baik di Indonesia atau di luar negeri berhenti," kata salah seorang PRT di Hongkong Sriningsih yang dihubungi melalui telekonferensi.

Aksi tersebut, lanjut Lita, akan berlangsung hingga tanggal 31 Maret 2015.

Sementara itu Komisaris Komnas Perempuan Magdalena mengatakan dirinya sangat mendukung gerakan tersebut dan mendesak agar UU PPRT dan konvensi ILO 189 untuk disahkan.

"Kami sangat mendukung gerakan ini dan mendesak agar UU PPRT segera dimasukkan ke Prolegnas dan disahkan demi menghilangkan diskriminasi," kata Magdalena.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015