Sukabumi (ANTARA News) - Tiga tenaga kerja Indonesia asal Sukabumi, Jawa Barat, mengalami gangguan psikologis setelah disepak dan dipekerjakan paksa di sebuah pabrik mie di Malaysia.

"Kami mengetahui kondisi psikologi ketiganya yang diduga menjadi korban perdagangan manusia ini," kata Kepala Disnakertrans Kabupaten Sukabumi, Aam Amar Halim, kepada Antara, Senin.

Ia mengatakan, korban mengira sekarang masih di pabrik mie di mana ia dipekerjakan secara paksa, padahal ketiganya sudah berada di selter atau tempat penampungan TKI di Konsulat Jendral RI di Malaysia.

Menurut Aam, ketiga TKI yang diketahui bernama Indra, Egi, dan Anih warga Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi itu terganggu jiwa atau psikologinya karena dipaksa bekerja tanpa henti oleh majikannya dari pukul 05.00 sampai pukul 17.00 waktu setempat.

Bahkan, ketiganya hanya diberikan waktu istirahat satu jam setiap harinya dan kesulitan mendapatkan makan.

Walaupun, ketiganya sudah dibebaskan dari majikannya oleh Polri dan Kepolisian Diraja Malaysia, namun belum dizinkan pulang karena kasusnya masih diselidiki. Selain itu, mereka akan dipulangkan setelah mendapat hak mereka seperti gaji dan lain-lain.

"Setelah pulang dari Malaysia, kami akan memberikan terapi kepada ketiganya walaupun mereka berangkat dengan cara ilegal karena tertipu oleh seorang calo yang mengiming-imingi diberikan kerja di Singapura, namun kenyataannya ketiganya malah dipekerjakan di pabrik mie tanpa diberikan hak-haknya," tambahnya.

Menurut Aam, dalam penggerebegan pabrik mie itu ternyata ditemukan TKI-TKI lainnya di antaranya dari Pontianak, Kalimantan Barat.

Bahkan, menurut korban bernama Indra, ada sekitar sembilan orang dari Indonesia yang bekerja secara paksa di pabrik itu dan sebagian--di antaranya TKI dari Purwakarta dan Cianjur, sudah empat tahun tanpa digaji.

Enah Maryati, ibu Indra dan Egi, saat ditemui di Kampung Asgora RT 04/01, Desa Nyangkowek, Kecamatan Cicurug, mengaku belum mengetahui keberadaan kedua anaknya itu.

Pewarta: Aditya A Rohman
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014