New York (ANTARA News) - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) pada Sabtu gagal mencapai kesepakatan dalam mengesahkan rancangan resolusi bagi Ukraina.

Resolusi tersebut sedianya ditujukan untuk menyatakan bahwa referendum terkait status warga Krimea berbahasa Rusia yang akan berlangsung pada 16 Maret sebagai proses yang tidak sah.

Tetapi Rusia, salah satu dari lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, memveto rancangan resolusi yang diusulkan oleh Amerika Serikat dengan dukungan sejumlah negara Barat itu.

Sementara China, yang juga merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, menyatakan abstain.

Keputusan veto dari Rusia tersebut sudah diperkirakan sebelumnya.

Utusan Tetap Rusia untuk PBB, Vitaly Churcikn, sebelum proses pemungutan suara di badan PBB beranggotakan 15 negara itu mengatakan bahwa pihaknya akan mengormati kehendak rakyat Krimea yang ingin menyelenggarakan referendum pada 16 Maret, yang akan menentukan apakah Krimea akan terintegrasi dengan Rusia.

Rancangan resolusi tersebut mencakup komitmen untuk menghormati "kedaulatan, kemerdekaan, persatuan dan kesatuan wilayah Ukraina di dalam perbatasan-perbatasan yang diakui secara internasional.

Selain itu, Moskow dan Kiev juga diimbau agar melakukan pembicaraan langsung dan bersikap menahan diri.

Signifikansi bahasa dalam krisis yang meningkat di Ukraina muncul untuk pertama kali ketika Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa tujuan pengiriman pasukan ke Krimea adalah untuk melindungi warga yang berbahasa Rusia di wilayah tersebut.

Pada umumnya, warga di bagian barat dan juga kota Kiev menggunakan bahasa Ukraina, sementara warga di selatan dan timur berkomunikasi dengan bahasa Rusia.

Meskipun demikian, sebagian besar warga Ukraina menguasai kedua bahasa tersebut dan dapat menggunakannya dalam situasi yang berbeda.

Saat Moskow mengirim pasukan ke Krimea, warga di Kiev mulai menolak menggunakan bahasa Rusia sebagai protes atas tindakan istana Kremlin tersebut.

Bahkan salah satu politisi Ukraina pro Barat, Oleg Tyagnybok, meminta penerjemah saat stasiun televisi Rusia hendak mewawancarainya meskipun dia diketahui fasih berbicara dengan bahasa resmi mantan negara Uni Soviet itu.

Bahasa Rusia dan Ukraina sama-sama berakar dari Slavia timur. Namun meskipun mempunyai kesamaan tata kalimat, perbendaharaan kata, dan huruf yang identik, kedua bahasa itu sangat berbeda satu sama lain.

Sebagian besar warga Ukraina menguasai bahasa Rusia karena bahasa tersebut diajarkan di sekolah. Hanya satu persen penduduk negara itu yang tidak mengerti sama sekali bahasa Rusia dan 30 persen lainnya tidak dapat menggunakannya secara fasih. Proporsi ini juga berlaku bagi bahasa Ukraina.

Tidak heran jika tahun 2010 lalu, parlemen melalui sebuah undang-undang mengesahkan bahasa Rusia sebagai bahasa resmi kedua di Ukraina.

Namun pemerintah pro Barat di Kiev pada bulan lalu berencana untuk membatalkan undang- undang itu, demikian AFP.
(P012/S012)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014