otal kasus atau perkara korupsi di Pemerintah Provinsi Riau termasuk di 12 kabupaten/kota ada sebanyak 39 kasus,"
Pekanbaru (ANTARA News) - Riau Corruption Trial menyatakan kasus korupsi merata terjadi di seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Riau serta mendatangkan kerugian besar bagi negara.

"Total kasus atau perkara korupsi di Pemerintah Provinsi Riau termasuk di 12 kabupaten/kota ada sebanyak 39 kasus," kata Made Ali, aktivis dari Riau Corruption Trial (RCT) dalam pesan tertulis kepada Antara di Pekanbaru, Senin.

Seluruhnya menurut dia merupakan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditangani pihak Kepolisian Daerah Riau dan Kejaksaan Tinggi setempat.

RCT mencatat, bahwa dari 39 kasus tersebut 19 diantaranya terjadi di lingkup Pemerintah Provinsi Riau.

Kemudian di Kabupaten Siak terjadi sebanyak enam kasus korupsi, Kampar ada sembilan kasus, Kuantan Singingi (2 kasus), Kota Dumai (3 kasus), Rokan Hulu (3 kasus), Bengkalis (5 kasus) dan Rokan Hilir sebanyak tiga kasus.

Selanjutnya di Kabupaten Indragiri Hilir ada sebanyak lima perkara, Indragiri Hulu (4 kasus), Pelalawan (4 kasus), Meranti (1 kasus) dan terakhir di Kota Pekanbaru ada sebanyak dua perkara korupsi.

"Dengan demikian, bahwa korupsi memang terjadi si seluruh kabupaten dan kota di Riau bahkan di lingkup pemerintah provinsi," katanya.

Menurut aktivis, perkara korupsi kebanyakan dilakukan oleh para pejabat pemerintahan mulai dari permainan proyek APBD hingga penyuapan dalam tender atau lelang proyek pemerintah.

Tidak heran, demikian aktivis, banyak pejabat pemerintah daerah yang memiliki latar belakang ekonomi yang lumayan bahkan kaya raya.

Mulai dari pejabat eselon III dan II di lingkup pemerintah provinsi dan daerah di 12 kabupaten/kota di Riau, bahkan mendapat tunjangan yang besar dari APBD tiap tahunnya.

Bahkan Pemprov Riau terakhir mengajukan anggaran Rp500 miliar hanya untuk tunjangan pendapatan kondisi kerja (TPKK) Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah ini.

Tunjangan tersebut akan diberikan untuk pegawai mulai golongan II A hingga IV serta pegawai yang memegang jabatan strategis.

Paling rendah akan menerima Rp5 juta dan tertinggi sekitar Rp50 juta perbulan dengan pembayaran akan dilakukan rapel terhitung Juli 2013.

Rencana tersebut mendatangkan reaksi keras dari sejumlah elemen masyarakat karena dianggap sebagai pemborosan anggaran.

Masyarakat mengharapkan legsltor di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau tidak menyetujui rencana tersebut karena masih banyak kebutuhan lainnya yang harus didahulukan dan lebih berpihak ke rakyat.
(KR-FZR/M027)

Pewarta: Fazar Muhardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013