... tawa kedua pasukan yang berbeda bahasa itu ternyata sama saja, begitupun ekspresi kesenangan yang terpancar... "
Jakarta (ANTARA News) - Lapangan dekat rumah latihan di bekas Markas Komando Detasemen B-90 Bravo Korps Pasukan Khas TNI AU, Margahayu, Jawa Barat, Rabu siang. Puluhan personel korps baret jingga TNI AU berbaris rapi dalam pakaian olahraga lapangan loreng, barisan sama juga ada oleh Pasukan Khusus Angkatan Udara China. 

Di depan mereka, berdiri Sersan Dua Yudi Pramono, juga dengan seragam sama. Di sampingnya ada dua personel korps baret jingga itu pada jarak cukup jauh, didampingi dua koleganya dari China dengan disaksikan belasan personel militer TNI AU dan Angkatan Udara China itu. 

"Perhatikan gerakan ini, kuda-kuda disiapkan… Tangan kiri mengepal dan siku kanan dibebaskan… Kaki kanan diayun sedikit ke depan, agak jinjit sambil mengayun ke atas siku kanan… " aba-aba diutarakan Pramono. Instruksinya itu diulang dalam bahasa Mandarin.

Satu persatu langkah dan gerakan bela diri militer dibagikan kepada personel Angkatan Udara China yang datang ke Markas Komando Korps Pasukan Khas TNI AU, Pangkalan Udara TNI AU Sulaeman, Jawa Barat, itu. Mereka menjadi bagian dari latihan bersama korps baret jingga itu dengan Pasukan Khusus China, dalam latiihan bersandi Sharp Knife 2013

Ini pertama kalinya kedua pasukan di angkatan udara masing-masing bertemu untuk berlatih bersama. Korps Pasukan Khas TNI AU pernah membeli peluru kendali panggul anti serangan udara QW-1 buatan China dan tidak lagi memperbarui kontrak pembelian. 

"Pihak China yang melayangkan surat untuk berlatih bersama ini," kata Komandan Satuan B-90 Bravo, Kolonel Pasukan Novlan Mirzah. Satuan khusus anti teror Korps Pasukan Khas TNI AU yang dia pimpin ini "kebagian" jatah cukup banyak kegiatan dalam Sharp Knife 2013 pada 6-13 November ini. 

China tidak memiliki komando utama yang sama dengan Korps Pasukan Khas TNI AU yang dahulu bernama Pasukan Gerak Tjepat AURI itu. Korps ini memang sesuai namanya, yaitu memiliki kekhasan pada medan tugas dan fungsi asasinya sebagai unsur pendarat dan penguasaan di lapangan di dalam organisasi TNI AU. 

Bahkan di dunia, cuma sedikit negara yang memiliki pasukan seperti mereka; dengan fungsi dan tugas utama pada pertahanan pangkalan udara, pengendalian tempur udara, dan SAR tempur. "Salah satu prinsipnya, semua pesawat udara militer memerlukan pangkalan udara sebagai basis operasi dan itu menjadi tanggung jawab kami," kata Komandan Pusat Pendidikan Korps Pasukan Khas TNI AU, Kolonel Pasukan Rolland DG Waha. 

Kemampuan dasar pasukan komando, mutlak harus mereka kuasai yang sama juga dengan pasukan elit lain negara manapun. Beberapa yang cukup membedakan adalah kemampuan merebut, menguasai, dan mengoperasikan pangkalan udara; di sini aspek-aspek lain harus bisa dikuasai juga, di antaranya meteorologi, komunikasi operasi udara, radar, hingga peran kendali lalu-lintas udara, hingga logistik. 

Pensiunan Special Air Service, Hugh McMannan dalam Ultimate Special Forces, mengurai, Angkatan Darat Kerajaan Inggris memiliki Para Resiment yang mengkhususkan diri pada operasi dari udara, mirip dengan batalion lintas udara pada TNI AD. 

Angkatan Darat Amerika Serikat, menurut McMannan, mempunyai 160th Special Operations Aviations Regiment, tugas intinya operasi lintas udara dan dukungan misi pasukan khusus militer negara itu. Mereka bagian dari Komando Operasi Khusus Angkatan Darat Amerika Serikat (USASOC). 

China tidak demikian; angkatan udaranya tidak memiliki pasukan dengan tugas utama dan kemampuan operasionalisasi pangkalan udara serta parameter tambahan lain. Yang mereka miliki adalah Pasukan Khusus Angkatan Udara China, dengan tugas pokok kontra terorisme. 

Tidaklah heran jika dalam sambutan upacara pembukaan Sharp Knife 2013, Komandan Delegasi Angkatan Udara China, Kolonel Senior Lie Zhanghua, menegaskan kepentingan penanggulangan serangan terorisme yang dikatakan sebagai tanggung jawab semua pihak. Komandan Korps Pasukan Khas TNI AU, Marsekal Muda TNI Amarullah, berdiri di samping kirinya di podium, di pasukan masing-masing. 

Dengan alasan itulah, maka kemampuan individual personel masing-masing angkatan udara harus terus diasah; yang dalam Sharp Knife 2013 ini diwujudkan dalam saling berbagi pengetahuan bela diri militer. 

"Kami mengenalkan Bravo Martial Art, temuan kami yang diperas dari bela diri kebanggaan kita, silat, dan bela diri milter Rusia, Sistema. Hasilnya adalah bela diri yang pas dengan keperluan kami, yaitu gerakan mematikan yang senyap, cepat, tepat, dan mudah dipelajari," kata Pramono. 

Sebagai instruktur bela diri militer di komando utama TNI AU itu, dia memberi langkah-langkah melumpuhkan dan mematikan lawan secara praktis kepada puluhan tentara Angkatan Udara China itu. Yang unik, semuanya tanpa senjata alias tangan kosong; hanya dalam tiga gerakan, lawan sudah terpelanting. 

Pada giliran China, seorang instruktur juga di siapkan plus penerjemah dari bahasa Mandari ke bahasa Indonesia. Kini personel-personel Korps Pasukan Khas TNI AU yang mencoba keampuhan "jurus-jurus" China, juga dalam langkah demi langkah. 

Yang membedakan, setiap gerakan pukul atau tendang diperagakan, kekuatan penuh instruktur dikerahkan sehingga "korban" kerap sampai tergoyang dari kuda-kudanya sambil nafas bertahan disalurkan. China sampai memeragakan cara melumpuhkan lawan yang bersenjata sangkur hingga senapan serbu bull-pup standar mereka, Type 95. 

Walau sudah sangat menguasai teknik bela diri standar mereka itu, namun puluhan tentara China itu tetap sangat serius mengikuti gerakan sang instruktur, dengan penuh kedisplinan. Satu personel Korps Pasukan Khas TNI AU suka rela maju mencoba sebagai penyerang, dalam sekejap dia terpelanting dan tangannya dikunci. 

Begitupun saat personel TNI AU diminta menjadi pihak yang melumpuhkan; "musuh"-nya, personel Angkatan Udara China sebagai penyerang dengan Type 95 di tangan bisa dijatuhkan secara mudah dan cepat sebelum mata ini sempat berkedip. 

Bahasa yang berbeda bukan masalah untuk memahami bahwa "teman" menang dan "musuh" sudah tidak berdaya. Suara tawa kedua pasukan yang berbeda bahasa itu ternyata sama saja, begitupun ekspresi kesenangan yang terpancar.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013