Jakarta (ANTARA News) - Rancangan Undang Undang (RUU) Pertanahan akan membatasi luas tanah yang dikuasai atau yang dikelola sebuah grup perusahaan.

Bila sebelumnya sebuah grup perusahaan bisa menguasai tanah hingga 10 juta hektar bahkan lebih, dalam RUU Pertanahan ini DPR mengusulkan maksimal hanya 50 ribu hektar.

"Soal luas penguasaan tanah akan diatur, dan dibatasi. DPR RI mengusulkan agar luas penguasan lahan yang dimiliki badan hukum yang berafiliasi atau grup perusahaan, total maksimal hanya 50 ribu hektar," kata Ketua Panitia Kerja RUU Pertanahan DPR RI A Hakam Naja di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Selama ini, luas lahan yang dimiliki perusahaan atau grup perusahaan tak pernah dibatasi secara jelas dan tegas. Perusahaan seringkali mengakali luas lahan yang ingin dikuasai dan dikelolanya dengan membuat anak perusahaan.

"Ke depan kita harapkan tidak ada lagi grup perusahaan yang bisa kuasai sampai 10 juta hektar lahan. Harus dibatasi, tidak boleh lebih dari 50 ribu hektar. DPR ingin seperti itu agar ada keadilan dalam penguasaan tanah bagi masyarakat umum," ucapnya.

Bagi perusahaan asing, kata Hakam, tidak bisa menguasai lahan di Indonesia. RUU Pertanahan akan mengatur bahwa yang berhak menguasai dan memiliki lahan adalah warga Negara Indonesia, atau Badan Hukum Indonesia.

Bila ada perusahaan atau investor asing yang ingin mengelola lahan, hanya bisa dalam bentuk hak guna bangunan dan hak guna usaha. Tentu dengan perjanjian sewa-menyewa dengan WNI atau badan hukum Indonesia.

"Teknisnya nanti merujuk pada UU Penanaman Modal Asing atau UU sektoral lainnya. RUU Pertanahan tidak akan mengatur persoalan teknis seperti itu," katanya.

Jika usulan itu diterima, maka grup perusahaan yang telah memiliki penguasaan lahan melebihi 50 ribu hektar, dalam waktu tertentu harus mulai melepasnya hingga batas yang ditentukan.

"Tentu, kalau usulan itu disetujui Pemerintah, UU tidak bisa berlaku surut. Ada penyesuaian waktunya," ucap politisi PAN ini.

Hakam menyampaikan, DPR RI telah mengirim surat ke Presiden untuk menunjuk kementerian yang akan membahas RUU tersebut dengan DPR RI. Sayangnya, hingga kini daftar inventarisir masalah dari Pemerintah belum dikirimkan ke DPR.

"Sekarang pembahasan bersama Pemerintah belum dimulai karena DIM juga belum dikirimkan ke DPR RI. Sambil tunggu itu kita sementara akan lakukan RDPU dengan pakar, dan akademisi," kata Hakam.
(zul) 

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013