Banjarmasin (ANTARA News) - Seorang kakek berjalan pelan-pelan mendatangi satu kios ke kios lain seraya bercakap-cakap dengan para pedagang di bilangan Pasar Wadai Ramadhan (Ramadhan Cake Fair) Jalan Sudirman Banjarmasin.

Kakek yang bernama Mukhsin (62 tahun) penduduk Jalan Veteran Banjarmasin tersebut datang ke lokasi pasar tahunan yang dipromosikan sebagai atraksi wisata tersebut, hanya sekedar mencari kue yang disebut penduduk setempat "cucur."

Selain kue cucur, kakek yang sudah memiliki belasan cucu tersebut juga membeli lamang, amparan tatak, kraraban, dan beberapa kue lagi yang merupakan kuliner khas Suku Banjar itu.

"Saya ingin menikmati kue-kue ini lagi karena sulit diperoleh waktu biasa," kata kakek tersebut yang ikut berjejal dengan ribuan orang di lokasi memanjang di tepian Sungai Martapura "Kota Sungai" Banjarmasin tersebut.

Bukan hanya kakek ini yang ingin bernostalgia dengan kue-kue terbilang langka tersebut, tetapi juga puluhan bahkan ratusan pengunjung setiap harinya hanya untuk mencari kue-kue yang disebut dengan "wadai 41 macam," tersebut.

Mereka yang mencari kue-kue ini bukan hanya datang dari Kota Banjarmasin sendiri, tetapi juga dari beberapa kabupaten lain di Kalsel, dan dari provinsi tetangga Kaltim dan Kalteng.

Konon pula banyak pendatang ke Banjarmasin khususnya berasal dari Suku Banjar yang berhasil di perantauan, datang selama Ramadhan ini hanya menikmati dan bernostalgia dengan kuliner yang tumbuh dan berkembang di daratan paling Selatan pulau terbesar Indonesia tersebut.

Gubernur Kalsel Rudy Ariffin sendiri ketika membuka pasar wadai tersebut Rabu (10/7) sore lalu mengakui bahwa lokasi tersebut sebagai tempat penjualan kuliner yang sebagiannya sulit ditemui pada waktu biasa.

Gubernur menyatakan bersyukur arena Pasar Wadai sebagai kegiatan pelestarian kuliner khas setempat itu terus berlangsung hingga saat ini.

"Saya sudah membuka delapan kali kegiatan Pasar Wadai ini, dan kami berharap kegiatan serupa terus berlanjut selama Ramadhan," kata Rudy Ariffin.

Menurut dia, pusat kuliner di Pasar Wadai itu wahana pelestarian budaya suku setempat, sekaligus sebagai lokasi bernostalgia karena banyak "wadai" (kue) yang sudah menghilang tetapi saat ini muncul di arena itu.

Disebutkannya, pasar wadai sudah masuk agenda tahunan kepariwisataan Kalsel yang terus dipromosikan, baik melalui media massa, tetapi juga melalui promosi wisata yang diterbitkan melalui buku-buku wisata, famlet, brosur yang beredar di kalangan usaha penerbangan, perhotelan, dan agen-agen wisata lainnya.

Kegiatan tersebut juga terbukti memiliki andil dalam menambah kunjungan wisatawan baik nusantara maupun wisatawan mancanegara.

Wali Kota Banjarmasin Muhidin menyebutkan pemkot setempat akan terus melestarikan kegiatan yang sudah berlangsung selama 38 tahun di Banjarmasin itu.

Pasar wadai 2013 akan tetap dimeriahkan lagi dengan aneka kegiatan, termasuk pergelaran hiburan dengan menampilkan berbagai kesenian yang bernuansa keagamaan.

Ia menyebutkan tahun ini terdapat 140 kios untuk menjual penganan dan kue-kue khas Suku Banjar, 135 kios untuk pedagang kaki lima yang menampilkan aneka dagangan, dan 30 kios untuk bahan kebutuhan pokok (sembako).

Ia mengatakan pada kegiatan 2013 itu lebih ditampilkan penganan dan kue-kue tradisional setempat, yang dikenal dengan istilah kue 41 macam dan masakan khas "Orang Bahari".



Sejak 1970-an

Berdasarkan keterangan penjualan Wadai untuk berbuka puasa ini memang sudah tumbuh dan berkembang sejak lama, dan kala itu menyebar dimana-mana sehingga bukan saja menimbulkan ketidak nyamanan juga kemacetan.

Saat itu hanya kelompok-kelompok kecil saja, hingga kurang teratur dan mengganggu keindahan kota.

Mulai tahun 85-an oleh Pemkot Banjarmasin pedagang itu dikumpulkan di satu lokasi, lalu dinamakan Ramadhan Cake Fair. Sejak itu pula lokasi ini dinyatakan sebagai atraksi wisata tahunan.

Untuk memperkuat lokasi ini sebagai objek wisata maka digelar pula berbagai pertunjukan rakyat, seperti kesenian tradisional, seperti madihin, lamut, rebana, jepin, dan tarian serta seni-seni tradisi lainnya.

Setiap pertunjukan selalu saja memperoleh sambutan hangat dari masyarakat, terutama kawula muda yang berdatangan bukan saja dari Kota Banjarmasin sendiri tetapi dari kota sekitarnya,maka akhirnya jadilah lokasi ini sebagai tempat ngabuburit.

Di lokasi pasar tahunan dikelola Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Banjarmasin ini memang menggelar aneka macam kue dan masakan tradisional Kalsel, seperti kue amparan tatak, kraraban, dan lamang.

Kemudian juga ada cingkarok batu, wajik, kelepon, sari pangantin, sarimuka, putrisalat, cincin, untuk-untuk, gagatas, onde-onde, pare, putu mayang, laksa, kokoleh, bingka, bingka barandam, bulungan hayam, kikicak, gayam, kraraban, amparan tatak, agar-agar bagula habang, dan kue tradisonal lainnya.

Selain itu juga menggelar dagangan aneka masakan khas Kalsel, seperti gangan waluh, gangan balamak, papuyu baubar, saluang basanga, masak habang, laksa, lontong, katupat kandangan, soto banjar, gangan kecap haruan, gangan humbut, gangan rabung, pais patin, pais lais, pais baung, karih ayam, karih kambing, dan masakan lainnya.

Kue-kue terbilang langka seperti wajik, bingka, lamang, sarimuka, putri malu, kraraban, amparan tatak, papare, kelepon, kikicak, bingka barandam dan kue lainnya.

Bahkan kue-kue tersebut,sejak dulunya dibuat untuk keperluan selamatan, upacara adat, dan dinilai sakral, maka tak sembarang orang bisa membuatnya.

Melihat banyaknya kue tradisional yang khas tersebut, maka pasar wadai Ramadhan tidak hanya diminati kaum muslimin saja, tapi juga oleh warga non-muslim serta kalangan wisatawan.

Pewarta: Hasan Zainuddin
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013