Jakarta (ANTARA News) - Wajahnya khas perempuan Maluku. Meskipun perempuan, tetapi gerakannya cukup enerjik untuk memimpin sebuah pusat industri perikanan terpadu di Tual, Maluku.

Dipa Tamtelahitu. Istri dari Wilhelm Tamtelahitu itu memulai karier sebagai sekretaris di salah satu perusahaan Artha Graha Network. Baru pada 2006, alumnus Akademi Sekretari Marsudirini Ambon itu bergabung dengan PT Maritim Timur Jaya (MTJ), grup Artha Graha, yang mengelola pusat industri perikanan terpadu di Tual, Maluku.

"Dunia perikanan sebenarnya tidak asing bagi saya. Ayah saya dulu juga seorang nelayan," kata Dipa yang menjadi direktur PT MTJ sejak 2013 itu.

Bungsu dari tujuh bersaudara kelahiran Ambon, 10 April 1965 itu adalah anak dari pasangan Zeth Lumalessil dan Meltina Lumalessil. Untuk membiayai keluarganya, Zeth memang berprofesi sebagai nelayan.

Kebetulan, Dipa juga memiliki suami yang memiliki latar belakang pendidikan perikanan. Wilhelm yang saat ini bekerja sebagai Sekretaris Inspektorat Kabupaten Maluku Tengah itu merupakan sarjana perikanan dari Universitas Pattimura Ambon.

"Jadi saya juga sering berdiskusi mengenai perikanan dengan suami saya. Sepertinya memang sudah jalan saya untuk berkecimpung di dunia perikanan," tuturnya.

Sebagai salah satu putri asli daerah, Dipa berharap keberadaan perusahaan yang dipimpinnya bisa ikut mengembangkan dan memajukan perekonomian masyarakat Tual, Maluku Tenggara dan sekitarnya.

Jiwa nasionalismenya menjadi dasar untuk mendorong perekonomian masyarakat di sekitar perusahaan . Menurut dia, perusahannya membeli semua ikan hasil tangkapan nelayan Tual bagaimana pun kualitasnya dan berapa pun kuantitasnya.

"Hanya ini yang bisa saya lakukan untuk daerah saya. Kalau bukan putra daerah, siapa lagi yang mau membangun Maluku," ujarnya.

Dipa mengatakan sebelum perusahannya mulai mengembangkan pusat industri perikanan terpadu, nelayan di sekitar Tual banyak membuang ikan hasil tangkapan yang tidak bisa dijual karena tidak dikonsumsi masyarakat.

Namun, kini perusahaan membeli semua ikan hasil tangkapan nelayan. Ikan-ikan segar yang biasa dikonsumsi masyarakat akan diolah menjadi surimi, ikan beku maupun ikan kering. Sedangkan ikan yang tidak dikonsumsi masyarakat diolah menjadi tepung ikan.

"Kami pasti membeli semua ikan tangkapan hasil nelayan, berapa pun jumlah dan bagaimana pun kualitasnya. Jadi nelayan memiliki jaminan hasil tangkapannya pasti terjual," tuturnya.

Dipa mengatakan permintaan tepung ikan di dalam negeri tergolong tinggi. Dengan potensi kelautan dan perikanan yang sangat tinggi, ternyata nilai impor tepung ikan Indonesia masih sangat tinggi.


Manfaat bagi nelayan
Sejumlah nelayan di Tual mengaku mendapatkan manfaat dari keberadaan perusahaan itu di wilayah tersebut karena seluruh ikan tangkapan mereka menjadi memiliki nilai ekonomi.

"Dulu tidak semua ikan tangkapan bisa kami jual, sehingga terpaksa dibuang. Namun dengan adanya PT MTJ, kini kami tak lagi membuang ikan," kata Lamani (51), nelayan asal Desa Lebetawi, Kecamatan Dullah Utara , Tual.

Lamani mengatakan salah satu ikan yang dulu sering dibuang adalah ikan tembang yang tidak dikonsumsi masyarakat dan tidak bisa dijual karena banyak tulangnya. Padahal, sekali melaut dia bisa saja mendapatkan banyak sekali ikan jenis itu.

Namun kini semua ikan jadi memiliki nilai ekonomi. Perusahaan bersedia membeli semua ikan hasil tangkapan nelayan.

"Meskipun harga ikan tembang belum sebanding dengan kondisi ekonomi, tapi setidaknya bisa menutup biaya operasional yang kami keluarkan," kata Muhammad Gufron (34), nelayan lain.

Selain membeli semua ikan hasil tangkapan dari nelayan, Dipa mengatakan pihaknya juga membeli rumput laut yang dibudidayakan masyarakat di Tual dan sekitarnya.

"Dulu harga satu kilogram rumput laut hanya Rp3.500. Namun, kami akhirnya berani membeli Rp7.000. Saat ini harganya di kisaran Rp6.000 dan kami menjamin harga beli kami tidak akan menurun meskipun pasokan rumput laut melimpah," katanya.

Dongkrak Perekonomian
Walikota Tual MM Tamher mengatakan keberadaan Kawasan Industri Perikanan Terpadu PT MTJ telah berkontribusi dalam mendongkrak perekonomian daerah dan masyarakat Kota Tual.

"Saya bersyukur ada yang mau berinvestasi cukup besar di Tual. Perekonomian daerah dan masyarakat meningkat, lapangan pekerjaan juga ikut tumbuh," katanya.

Tamher mengatakan kondisi geografis Kota Tual yang 98 persen berupa lautan menyimpan potensi yang sangat besar. Karena itu, dia sangat mendukung pengembangan industri perikanan di daerahnya.

"Dari APBD sendiri kami mengalokasikan Rp6 miliar untuk pengembangan perikanan dengan berbagai kegiatan yang dikemas dalam Program Pemberdayaan Masyarakat Maren atau P2MM," katanya kemudian menjelaskan bahwa kata "maren" berarti gotong royong.

Dengan kondisi geografis yang didominasi lautan, maka sebagian besar masyarakat tinggal di wilayah pantai. P2MM berupaya memberdayakan masyarakat, salah satunya dengan memberikan bantuan peralatan perikanan dan bibit rumput laut.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013