Karena, pemerintah memberikan penugasan kepada PTN badan hukum untuk menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang terjangkau oleh masyarakat,"
Jakarta (ANTARA News) - Ahli hukum Dr Dian Puji Simatupang mengatakan munculnya Perguruan Tinggi Badan Hukum sebagaimana yang diatur dalam UU Pendidikan Tinggi (Dikti), menciptakan paradoks rasionalitas yang secara nalar hukum menimbulkan contradictio in terminis.

"Karena, pemerintah memberikan penugasan kepada PTN badan hukum untuk menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang terjangkau oleh masyarakat. Padahal, sejatinya sebuah badan hukum mempunyai kepentingan sendiri karena mempunyai kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan negara," ujar Dian Puji Simatupang dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Hal tersebut diungkapkan Dian Puji Simatupang dalam sidang Judicial Review terhadap UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti), yang diajukan oleh Komite Nasional Pendidikan Tinggi (KNP) di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis, (30/05).

Lebih lanjut, Dian mengatakan jika tujuan PTN linear dengan tujuan bernegara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, seharusnya PTN tidak perlu berbadan hukum.

"Tanpa status badan hukum pun PTN tetap dapat  independen dalam penyelenggaraan tridharmanya dan otonomi akademik pasti terjamin. Begitupun dengan pengelolaan keuangannya bisa tetap fleksibel meski merupakan bagian dari keuangan negara," kata dia.

Ia mengatakan pengelolaan keuangan tetap bagian dari keuangan negara, namun memiliki karakteristik yang lebih khusus yang tidak membebankan peserta didik maupun masyarakat sebagai bagian dari tujuan bernegara mencerdaskan kehidupan bangsa.

Solusi Atau Masalah Baru?

Menurut Prof Anna Erliyana dari Kemdikbud, munculnya ide pembadanhukuman Pendidikan yang diakomodir di dalam UU Dikti didasarkan pada kerumitan dalam turunnya anggaran. Pasalnya berdasarkan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, sangat mencekik Perguruan Tinggi, karena mengakibatkan kegiatan Pendidikan Tinggi bergantung pada turunnya anggaran dari pemerintah.

"Sebetulnya yang cocok diuji materi adalah UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara," ujarnya.

Dengan demikian pelik persoalan anggaran di institusi pendidikan tinggi tidak selayaknya dijawab dengan pengaturan otonomi pengelolaan sebagaimana diatur dalam UU Dikti.

Karena UU Dikti justru melahirkan segudang persoalan baru, terutama akses pendidikan tinggi yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi semakin sempit.(*)

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013