Mataram (ANTARA) - Penyidik kepolisian menyusun agenda baru usai menerima hasil audit kerugian negara untuk kasus dugaan korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar (ABBM) di Poltekkes Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah NTB Komisaris Besar Polisi Nasrun Pasaribu di Mataram, Selasa, memastikan agenda baru pada tahap penyidikan ini masih berkaitan dengan pendalaman hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

"Jadi, akan ada serangkaian kegiatan dari tindak lanjut hasil audit yang kami terima, salah satunya meminta penjelasan dari ahli (BPKP NTB) terkait hasil audit itu," kata Nasrun.

Setelah mendapat penjelasan ahli, ada kemungkinan pihak penyidik akan mengagendakan pemeriksaan kembali terhadap para pihak yang terlibat.

"Nantinya, akan ada juga analisis penanganan perkara secara keseluruhan," ujarnya.

Mengenai nominal kerugian negara, Nasrun memilih untuk menunda menyampaikan hal tersebut ke publik.

Pengadaan ABBM bersumber dari APBN tahun 2017 yang disalurkan melalui Kementerian Kesehatan RI dengan anggaran Rp19 miliar. Pembelian barang ABBM dilakukan melalui e-katalog, namun ada yang secara langsung melalui sistem tender yang dimenangkan tujuh perusahaan penyedia dengan melibatkan 11 distributor.

Salah satu item yang dibeli adalah boneka manekin. Alat tersebut digunakan untuk menunjang praktik di jurusan perawat, bidan, gizi, dan analis kesehatan.

Namun, barang yang bersumber dari pengadaan tersebut diduga sebagian tidak bisa dimanfaatkan sehingga berstatus mangkrak. Alasan pihak kampus tidak bisa menggunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan kurikulum belajar.

Dari kasus ini sebelumnya muncul temuan dari Inspektorat Jenderal Kemenkes RI senilai Rp4 miliar. Angka tersebut masih bersifat umum karena tidak hanya muncul dari Poltekkes Mataram saja, melainkan ada dari Poltekkes Banda Aceh dan Tasikmalaya, Jawa Barat.

Penyidik pun pernah meminta salinan dari temuan Itjen Kemenkes RI untuk kebutuhan audit kerugian negara. Namun, itjen menolak permintaan tersebut sehingga penyidik menelusuri kerugian dengan menggandeng BPKP.

Oleh karena terkesan lamban sejak penanganan pada tahun 2018, kasus ini sempat mendapat sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebagai bentuk atensi, komisi antirasuah secara rutin melakukan koordinasi dan supervisi (korsup) terkait penanganan kasus tersebut.

Terakhir pada awal September 2022, pihak KPK menggelar korsup dengan mengajak penyidik dan lembaga auditor BPKP untuk mencari solusi dari permasalahan yang menghambat perkembangan kasus tersebut.

Nasrun pun memastikan bahwa dirinya sudah mengingatkan penyidik untuk mengedepankan sikap profesional dan penuh kehati-hatian dalam menangani sebuah perkara. Termasuk, dalam upaya mengungkap tersangka dari perkara ini.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022