Mataram (ANTARA News) - Kuasa hukum PT Reefseekers Khaternest Lestari (RKL) I Gusti Ekadana menegaskan, penguasaan lahan seluas 50.000 m2 atau lima hektar di Pulau Bidadari, Kelurahan Labuhan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat oleh kliennya adalah sah karena sudah berdasarkan pada hukum yang berlaku. Semua prosedur hukum penguasaan (Hak Guna Bangunan) lahan yang mengacu kepada aturan Penanaman Modal Asing (PMA) dan aturan lain sudah dilakukan sebagaimana mestinya sehingga tidak ada alasan pihak tertentu mengusik dua warga asal Inggris pemilik PT RKL tersebut, katanya kepada wartawan di Mataram, Selasa. Ekadana yang mengaku ikut membantu proses penguasaan lahan di Pulau Bidadari, justru mempertanyakan ada permainan apa lagi yang diinginkan para pihak yang sekarang merasa terusik atas pembangunan pulau tersebut. Berbagai komentar sejumlah pejabat, mulai Menteri Kelautan Freddy Numberi, Danrem 161 Wirasakti Kupang Kol. Inf. APJ Noch Bola hingga pejabat Kabupaten Manggarai Barat, justru menunjukkan ada "bola panas" yang hendak dimainkan, katanya. Menurut dia, berbagai komentar yang tidak didasarkan kepada hukum secara benar, menunjukkan ada "kepentingan" sekelompok orang, yang coba bermain dengan "membeli" media massa untuk membesar-besarkan hal tersebut dengan menonjolkan penguasaan pulau oleh orang asing. "Saya tidak tahu apakah menteri dan Danrem sadar atau memang ikut dalam permainan bola panas tersebut, sehingga secara arogan ingin menunjukkan kekuasaan, padahal negara ini bukan didasarkan kepada kekuasaan, tetapi hukum sebagai panglima," katanya. Ekadana, sambil menunjukkan semua surat-surat ijin yang sudah dimiliki PT.RKL menegaskan, permasalahan yang dihadapi kliennya justru akan merugikan pemerintah Indonesia, karena kepastian hukum atas investasi PMA akan dipertanyakan masyarakat internasional. Menjawab pertanyaan wartawan tentang keinginan sejumlah pihak membongkar bangunan bungalow yang tidak memiliki surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Ekadana justru mempertanyakan, ada apa dan mengapa IMB tersebut tidak diberikan, meskipun sudah bertahun-tahun dimohonkan. Suatu keanehan dan keganjilan luar biasa, bila pemerintah pusat melalui BKPM telah memberikan surat persetujuan investor, tetapi surat yang berkaitan dengan investasi dipersulit. Dikatakan, PT RKL milik Ernest warga negara Inggris yang juga sebelumnya memiliki usaha serupa di Gili Air, Kabupaten Lombok Barat telah mendapatkan surat persetujuan BKPM untuk berinvestasi di Pulau Bidadari sekitar tahun 2001/2002. Namun demikian, RKL harus bersabar selama hampir empat tahun untuk mendapatkan surat ijin lokasi pembangunan resort dan perhotelan dari Bupati. Meskipun sudah mendapatkan surat Bupati Manggarai, Antony Bagul Dagur, RKL masih harus bersabar menunggu jawaban atas IMB yang telah diajukan, sehingga menimbulkan satu tanda tanya besar, bila IMB dijadikan dasar mempermasalahkan niat RKL membangun Pulau Bidadari. Sesungguhnya IMB hanyalah bagian dari permainan "bola panas" yang coba digulirkan pihak tertentu, dengan akal sehat seharusnya SP BKPM harus didukung sebagaimana mestinya, bukan dipersulit hanya karena ada kepentingan tertentu yang merasa terusik, katanya. Sembari menambahkan RKL satu-satunya perusahaan PMA yang berhasil menembus "tembok kerajaan" dan berhasil membangun Pulau Bidadari di ujung Barat Pulau Flores. "Wah saya punya pengalaman sangat menarik bisa menembus `tembok kerajaan` itu, dan akan saya ungkapkan pada waktunya bila memang situasinya memaksa, permasalahan tersebut akan dilaporkan kepada presiden dan wapres biar dunia internasional tahu betapa buruknya birokrasi PMA kita," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006