Lubukbasung, Sumbar (ANTARA) - Selusur Maninjau (Homalopterula gymnogaster) merupakan salah satu ikan endemik di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, yang dilindungi secara penuh oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi.

Dalam keputusan Menteri Kelautan Perikanan, menetapkan 20 jenis ikan bersirip sebagai jenis yang dilindungi. Ke-20 jenis ikan tersebut, antara lain meliputi pari sungai tutul, pari sungai raksasa, pari sungai pinggir putih, arwana Kalimantan, belida Borneo, belida Sumatera, belida lopis, belida Jawa, ikan balashark dan wader goa.

Selain itu, ikan batak, pasa, selusur maninjau, pari gergaji lancip, pari gergaji kerdil, pari gergaji gigi besar, pari gergaji hijau, pari kai, ikan raja laut dan arwana irian.

Penetapan ini merupakan tindak lanjut pemisahan Otoritas Pengelola (Management Authority/MA) CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) untuk jenis ikan bersirip (pisces) dari semula berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Permen LHK Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi dan beralih kewenangan pengelolaannya kepada KKP.

Berdasarkan data IUCN Red List, spesies ini menyandang status ikan selusur maninjau dengan kondisi least concern atau berisiko rendah dalam menghadapi kepunahan.

Secara umum, ikan selusur maninjau (Homalopterula gymnogaster) memiliki badan bagian depan yang datar dengan sirip dada dan sirip perut memanjang ke arah samping.

Sirip punggungnya berada di belakang sirip perut, terdapat 60-73 sisik pada gurat sisi, awal sirip dubur lebih dekat ke pangkal sirip ekor daripada pangkal sirip perut, bagian perut berada di depan sirip perut dan tidak terdapat sisik pada bagian tersebut.

Ukuran ikan saat dewasa berkisar antara 6-6,5 centimeter dengan panjang maksimal 7,5 centimeter.

Spesies ikan ini menghuni danau yang cenderung berada di dataran tinggi, yakni sekitar 100-1800 meter di atas permukaan laut.

Dalam penelitian, ikan selusur maninjau pernah ditemukan di beberapa tempat berbeda, seperti Danau Maninjau, Danau Gunung Tujuh dan Sungai Batang Toru.

Khusus di Danau Maninjau, keberadaannya dapat ditemukan pada aliran sungai sekitar danau. Ikan ini hidup di sungai berpasir dan memiliki air jernih di sekitar danau vulkanik itu.

Penyuluh Perikanan Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Agam Asrul Deni Putra mengatakan habitat ikan dengan nama lokal cideh-cideh itu berada di Nagari Maninjau dan Sungai Batang.

"Saya pernah melihat keberadaan ikan itu di dua nagari tersebut saat ada pertemuan dengan kelompok. Di nagari lain, tidak pernah saya temukan," katanya.

Masyarakat di sembilan nagari sekitar danau vulkanik itu tidak mengetahui bahwa ikan tersebut dilindungi, sehingga sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan untuk dikonsumsi.

Selain dikonsumsi, penyebab berkurangnya ikan itu berupa kondisi air danau yang tercermar berat akibat sisa pakan ikan terlalu banyak mengedap di dasar danau mengakibatkan kadar asam terlalu tinggi.

Lalu, air sungai yang masuk ke dalam danau tercemar atau keruh dan sering terjadinya tuba balerang.

Kondisi air Danau Maninjau tercemar mengakibatkan ikan ini banyak yang mati.


Kawasan konservasi

Pada 2022, Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar menggagas program kawasan konservasi ikan endemik di danau vulkanik itu dalam upaya melestarikannya dari kepunahan.

Kawasan konservasi berada di dua lokasi milik Kelompok Tani Pandan Sejahtera Jorong Pandan dan Kelompok Tani Anugerah Jorong Sigiran.

Lokasi itu terpilih sebagai daerah konservasi dari empat lokasi yang diusulkan. Lokasi tersebut tidak boleh ada aktivitas eksploitasi, penangkapan ikan dan lokasi budidaya ikan.

Selain memiliki daerah konservasi, LIPI juga pernah membuat rasau atau rumpon di Nagari Sungai Batang dan Nagari Koto Malintang pada 2017. Namun rasau tersebut sudah hancur akibat kondisi alam di daerah itu.

Rasau yang dibuat LIPI itu ada tiga jenis, yakni rasau lindung merupakan lokasi untuk melindungi ikan endemik danau atau tidak boleh ditangkap, rasau tangkap lokasi yang dimanfaatkan untuk penangkapan ikan bagi warga sekitar dan rasau sosial merupakan lokasi yang tidak boleh penangkapan ikan dan dimanfaatkan waktu masyarakat membutuhkan.

Lokasi rasau sosial itu dibuka satu waktu dan dananya digunakan untuk pembangunan masjid, membatu warga dan lainnya.

Setelah rasau LIPI habis, Penyuluh Perikanan setempat mencoba untuk mengajak petani untuk mengembangkan rasau di Danau Maninjau pada 2019.

Alhasil, sudah ada 50 unit rasau yang dibangun petani dengan memanfaatkan limbah keramba jaring apung dan menggunakan ban bekas sampai pada 2022.

Rasau itu dimanfaatkan petani sebagai lokasi memancing dengan syarat ikan asli danau dan ikan nila merah tidak boleh ditangkap.

Ikan asli danau dilarang ditangkap dan apabila dapat, diminta untuk dilepas kembali termasuk ikan nila merah, karena sebagai pemancing ikan asli danau masuk ke rasau.

Selain melindungi ikan endemik, tambahnya, keberadaan rasau itu juga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar dari retribusi memancing, menjual minuman dan makanan.

Pendapatan pemilik rasau sekitar Rp100 ribu sampai Rp200 ribu per hari tergantung kondisi cuaca.

"Apabila cuaca bagus, pecandu mancing ramai datang ke lokasi rasau saya, sehingga pendapatan juga meningkat," kata salah seorang pemilik rasau, Neti Sumarni.

Ketua DPRD Agam Novi Irwan mendukung pengembangan kawasan konservasi dan pembuatan rasau dalam menyelamatkan ikan asli danau termasuk ikan selusur Maninjau.

Namun pihaknya meminta Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan Agam untuk mengembangkan ikan itu dengan cara dibudidayakan dan pembibitan, karena ikan lain bisa budidaya.

"Ini harus dilakukan Pemkab Agam, agar ikan endemik Danau Maninjau tidak terancam kepunahan," katanya.

DPRD Agam siap mendukung anggaran untuk pengembangan ikan tersebut berdasarkan kajian pemetaan yang dilakukan dinas terkait.

Penganggaran itu bisa melalui Musrenbang, rencana kerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan pokok-pokok pikiran dari anggota DPRD.

'Dimana masuk anggarannya nantinya, tetapi ada kelompok atau pegiat yang membuat rancangan pengembangan pembibitan ikan selusur Maninjau," kata Ketua DPC Gerindra Agam itu.

Ia mengimbau petani agar tidak menangkap ikan tersebut dan apabila tertangkap tolong dilepas kembali ke dalam danau, karena ikan tersebut langka dan dilindungi.

Kepala Resor Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Maninjau, Ade Putra menambahkan sebagai potensi kekayaan khas keanekaragaman hayati dari Danau Maninjau, diperlukan upaya konservasi yang dimulai dari adanya penelitian terkait populasi, sebaran dan kondisi keberadaan habitatnya.

"Ini akan menjadi dasar langkah konservasi selanjutnya yang bakal dilakukan dalam menyelamatkan ikan selusur Maninjau dari kepunahan," katanya.

Guna menjaga kelestarian habitat selusur maninjau perlu berkontribusi semua pihak dengan tidak merusak ekosistem di sepanjang Danau Maninjau, sehingga ikan bisa berkembang dengan baik.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022