Sangat berisiko bagi pendidikan nasional
Jakarta (ANTARA) - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tidak menerapkan dua kurikulum yang berbeda pada satu tahun ajaran.

“FSGI mendorong Mendikbudristek Nadiem Makarim segera memutuskan dengan tegas, apakah akan menggunakan Kurikulum Prototipe untuk seluruh sekolah di Indonesia pada 2022 atau tidak. Jika harus menunggu pada 2024 terlalu lama dan sangat berisiko bagi pendidikan nasional,” ujar Sekjen FSGI, Heru Purnomo, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, lanjut dia, dia meminta agar Mendikbudristek memutuskan apakah kurikulum baru itu disertai kajian akademik dan dasar peraturan perundang-undangannya. Jika tidak, maka hasil uji coba opsional hingga 2024 berpotensi untuk dibatalkan dan atau malah tidak digunakan.

“Ini berpotensi merugikan keuangan negara,” terang dia.

FSGI mengingatkan, jika Kemendikbudristek memutuskan menggunakan Kurikulum Prototipe, maka Kemendikbudristek wajib mengadakan perubahan pada sistem seleksi Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT), agar uji coba Kurikulum Prototipe akan berhasil dan seiring dengan proses pembelajaran dan pengalaman belajar peserta didik.

Baca juga: Kemendikbudristek tambah 3 wilayah terapkan Prototipe di Bengkulu

Baca juga: Peneliti: Penerapan Kurikulum Prototipe harus perhatikan kesiapan guru


“Jangan sampai peserta didik dirugikan, karena saat ini seleksi PTN masih berbasis kognitif semata,” terang dia.

FSGI mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi penggunaan anggaran Kurikulum Prototipe yang mencapai hampir Rp3 triliun, mulai dari perencanaan, uji coba, uji publik, proses penerapan, sampai monitoring dan evaluasinya.

“Jangan sampai ada kerugian negara sehingga uang negara untuk pendidikan berkualitas dan berkeadilan akan sia-sia,” imbuh dia.

Terdapat enam catatan kritis FSGI terkait Kurikulum Prototipe tersebut. Pertama, anggaran kurikulum yang mencapai Rp3 triliun yang digunakan untuk uji coba pada 2021 dan pada 2023. Kedua, kurikulum tidak tepat diterapkan dalam kondisi normal. Ketiga, tidak ada uji publik yang memadai dan transparansi dalam penerapan Kurikulum Prototipe. Keempat, terjadi perubahan Standar Nasional Pendidikan. Kelima, Kurikulum Prototipe sangat berbeda dengan Kurikulum 2013. Terakhir, minim data dan kurang daya dukung.

Baca juga: Opsi kurikulum prototipe diyakini bantu pulihkan "learning loss"

Baca juga: Kemendikbudristek : Kurikulum nasional akan dikaji ulang pada 2024


Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022