Jakarta (ANTARA) - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mendorong masyarakat melakukan konsolidasi atau bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mengoptimalkan pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Pekerjaan rumah kita masih sangat banyak terkait pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, dibutuhkan konsolidasi masyarakat untuk melihat, mencermati, ataupun mengkritik negara,” ujar dia.

Baca juga: Ketua KPK dorong pihaknya beri karya besar berantas korupsi

Ia mengemukakan itu saat menjadi narasumber dalam webinar nasional bertajuk “Refleksi Penanganan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2021: Gebrakan Penanganan Kasus Korupsi Antara Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi” yang disiarkan langsung di kanal YouTube Officialfhusu, dipantau dari Jakarta, Rabu.

Melalui konsolidasi tersebut, kata dia, negara pun akan terdorong untuk semakin berpihak kepada pemberantasan korupsi.

Lebih lanjut, dia pun menjelaskan beberapa pekerjaan rumah yang masih dihadapi oleh Indonesia dalam pemberantasan korupsi, di antaranya pengembalian kerugian negara yang belum terpenuhi secara utuh.

Baca juga: KPK diharap maksimalkan penyerapan anggaran 2022 berantas korupsi

“Kerugian negara akibat korupsi yang timbul di tahun 2020 mencapai Rp56,7 triliun. Uang penggantinya hanya Rp18 triliun. Jadi, ada gap atau selisih berkisar Rp30-an triliun yang menguap begitu saja,” ucap dia.

Selain itu, dia memandang adanya upaya pemberian remisi kepada para koruptor oleh pemerintah berdasarkan ketentuan yang disamakan seperti tindak pidana umum lainnya dapat mengurangi efek jera terhadap para pelaku korupsi.

 

Padahal, menurut dia, pemberian remisi kepada koruptor tidak bisa disamakan dengan pelaku tindak pidana umum lainnya. Pelaku korupsi, kata Kurnia Ramadhana, sudah sepatutnya mengikuti sejumlah ketentuan, seperti menjadi justice collabolator dan mengganti kerugian negara apabila hendak mendapatkan remisi.

Kemudian, ia pun mengimbau para aparat penegak hukum mengoptimalkan pemberantasan korupsi dimulai dari sisi internal mereka. Polri dan Kejaksaan Agung diharapkan lebih berani menindak kasus korupsi yang melibatkan pihak-pihak internalnya.

“Kalau itu tidak dilakukan, logikanya, bagaimana bisa membersihkan lantai yang kotor kalau sapu yang digunakan kotor,” kata dia. 

Baca juga: ICW: Berantas korupsi dengan pendekatan politik-teknokratis-sosiologis

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022