Jakarta (ANTARA) - Keketuaan Indonesia di G20 tidak hanya memberikan etalase megah bagi Indonesia untuk unjuk diri, namun juga tanggung jawab melekat untuk menjadikan forum ini tak berlalu hanya sebagai seremonial.

Tongkat estafet keketuaan G20 dari Italia kepada Indonesia datang di waktu yang tidak mudah. Alih-alih mereda, perkembangan pandemi Covid-19 melahirkan ancaman mutasi baru varian baru bernama Omicron yang mampu menular lebih cepat.

Sejak pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan, varian Omicron kini telah menjangkiti lebih dari 70 negara termasuk Indonesia. Hingga Minggu (19/12), tiga warga Indonesia terkonfirmasi positif varian B.1.1.529 itu, sementara di dunia, 15.000 orang di seluruh dunia sudah terinfeksi.

Selain ketidakpastian pandemi, G20 di bawah keketuaan Indonesia juga dituntut memainkan peran penting untuk mempercepat pemulihan ekonomi dunia di tengah meningkatnya kebutuhan pendanaan bagi negara berkembang dan miskin, ancaman inflasi, serta kenaikan suku bunga.

Baca juga: Presiden Jokowi harap dukungan Rusia dalam keketuaan G20 Indonesia

Belum lagi, isu keamanan kawasan yang semakin menghangat karena rivalitas Amerika Serikat-China, sengketa Laut China Selatan, hingga kemunculan aliansi militer Aukus tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Australia, dan Inggris.

Dalam situasi itulah, Indonesia memegang keketuaan G20 mulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Indonesia menjadi negara berkembang pertama yang menjadi ketua G20, satu forum strategis yang menyumbang 80 persen total kekayaan dunia.

Karena itu, kepemimpinan Indonesia di G20 pada 2022 sangat penting karena sedikit banyak akan menentukan jalur pemulihan kesehatan dan ekonomi dunia, serta menjadi jembatan dari kepentingan negara-negara berkembang.

Presiden Joko Widodo dalam pidatonya, 18 November 2021, berjanji akan mendorong forum G20 agar berkontribusi maksimal bagi upaya pemerataan kemakmuran dunia.

Baca juga: Menyongsong keketuaan Indonesia di G20

Ia juga menekankan G20 juga akan memperjuangkan tata kelola dunia agar lebih adil, merata dan inklusif. Pandemi Covid-19 juga mengajarkan agar seluruh negara perlu meningkatkan ketahanan kesehatan dan ekonomi untuk menghadapi krisis-krisis selanjutnya.

Pada kesempatan lain, dia menegaskan Indonesia akan memobilisasi dukungan negara maju untuk membantu negara berkembang dan negara miskin dalam pemulihan kesehatan dan ekonomi dari pandemi Covid-19.

“Negara kaya membantu negara miskin. Kebersamaan adalah jawaban atas masa depan dengan semangat solidaritas. Indonesia berupaya keras untuk menghasilkan inisiatif-inisiatif konkret untuk mendorong pemulihan situasi global, agar segera pulih dan menjadi kuat. Recover together, recover stronger (pulih bersama, pulih lebih kuat),” ujar Jokowi.

Agenda Indonesia
G20 saat ini memainkan peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi dunia. Sebanyak 20 anggotanya, yakni 19 negara dan satu kawasan Uni Eropa, menyumbang 80 persen Produk Domestik Bruto, dan 75 persen ekspor dunia. G20 juga setara dengan 60 persen populasi dunia.

Sejak pertama kali dibentuk pada 1999, G20 telah berkontribusi untuk melepaskan dunia dari jeratan krisis.

Saat krisis keuangan global 2008-2009, G20 pertama kalinya menggelar pertemuan para kepala negara/kepala pemerintahan dalam konferensi tingkat tinggi. Sebelum 2008, forum G20 hanya menghadirkan pertemuan tingkat menteri keuangan dan gubernur bank sentral.

Baca juga: Polandia ingin berkontribusi dalam keketuaan G20 Indonesia

Pertemuan para kepala negara dinilai penting agar forum G20 memiliki bobot keputusan politik yang kuat. Deklarasi Pemimpin G20 pada 2008 menghasilkan rencana aksi komprehensif yang tidak hanya berperan memulihkan dampak krisis keuangan global, namun juga sektor riil dan penyediaan lapangan kerja.

Sembilan tahun kemudian pada 2017, ketika stabilitas perekonomian dunia menghadapi tantangan ancaman proteksionisme ekonomi, Jerman yang menjadi keketuaan G20 menyuarakan dua agenda utama untuk pertumbuhan ekonomi dunia yang merata dan pembangunan berkelanjutan

Kini, Indonesia dihadapkan pada tantangan tersebut. Sebagai tuan rumah, keketuaan G20 adalah panggung besar kekuatan diplomasi bagi Indonesia. Terlebih pada 2023, Indonesia juga akan menjadi ketua ASEAN.

Jokowi, saat meresmikan keketuaan G20 Indonesia pada 1 Desember 2021, telah memberikan narasi yang jelas dan tegas keketuaan G20 Indonesia akan melahirkan inisiatif-inisiatif yang konkret.

Baca juga: Indonesia angkat inklusivitas dalam presidensi G20 2022

Ia mengatakan keketuaan G20 Indonesia akan berupaya membangun tata kelola dunia yang lebih sehat, lebih adil, dan berkelanjutan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Indonesia akan mengusung tiga isu strategis pada rangkaian G20 2022 yakni ; penanganan kesehatan yang inklusif ; transformasi berbasis digital, ; dan transisi menuju energi berkelanjutan

“Indonesia akan terus mendorong negara-negara G20 menghasilkan terobosan-terobosan besar. Indonesia akan terus mendorong negara-negara G20 membangun kolaborasi dan menggalang kekuatan untuk memastikan masyarakat dunia dapat merasakan dampak positif dari kerja sama ini,” kata Jokowi.

G20 memiliki dua jalur pembahasan isu yakni Financial Track dan Sherpa Track. Financial track atau jalur keuangan terdiri dari menteri keuangan dan gubernur bank sentral seluruh anggota G20 yang secara khusus membahas isu-isu mengenai sektor finansial.

Baca juga: Empat resolusi diadopsi di DK PBB selama kepemimpinan Indonesia

Sementara, Sherpa Track membahas agenda di luar sektor finansial, serta mempersiapkan berbagai dokumen yang akan dibahas di KTT. Oleh karena itu, para Sherpa umumnya ditunjuk langsung oleh kepala pemerintahan/negara dan dipandang sebagai perwakilan mereka di berbagai pertemuan G20 selain KTT.

Ketua I Sherpa Track Keketuaan G20 Indonesia, Airlangga Hartarto, yang juga menteri koordinator bidang perekonomian, mengatakan keketuaan G20 Indonesia bertujuan agar dunia dapat keluar dari krisis dengan lebih baik dan lebih tangguh. Pertemuan Sherpa Track sudah dimulai pada 6 Desember 2021 di Indonesia, dengan kehadiran beberapa perwakilan negara secara daring.

Indonesia, kata dia, juga akan mendorong penguatan sistem multilateralisme dan kemitraan global yang efektif guna memastikan perekonomian dunia tetap terbuka, adil, saling menguntungkan, dan menjamin tidak ada satupun yang tertinggal, khususnya kelompok miskin dan rentan.

Baca juga: Menyongsong keketuaan Indonesia di G20

Ketua II Sherpa Track Keketuaan G20 Indonesia, Retno Marsudi, yang juga menteri luar negeri, memahami ekspektasi dunia yang besar terhadap G20 agar dapat memimpin pemulihan global dan menghasilkan solusi nyata.

Karena itu, Indonesia menginginkan G20 dapat menjadi katalis bagi pemulihan global yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan di tengah upaya dunia mengatasi pandemi Covid-19.

Bangun kepercayaan internasional
Ketua I Finance Track Keketuaan G20 Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan, keketuaan G20 Indonesia akan menjadi panggung diplomasi Indonesia dalam memperjuangkan kepentingan domestik dan kepentingan negara-negara miskin dan berkembang.

“Keketuaan Indonesia ini akan menjadi ajang bagi Indonesia menunjukkan perannya dalam memimpin forum global untuk mengatasi berbagai tantangan dan isu di tingkat dunia,” ujarnya.

Menteri keuangan Indonesia itu juga mengatakan Indonesia ingin memperkuat citra positif dan membangun kepercayaan internasional terhadap perekonomian Indonesia. Karena itu, Indonesia juga akan menunjukkan kemajuan pembangunan dan realisasi reformasi struktural, serta pencapaian penanganan pandemi Covid-19.

“Indonesia bertekad untuk mengatasi tantangan global yang masih akan muncul dan mencari solusi terbaik, memastikan bahwa semua negara dapat pulih bersama serta mendorong reformasi kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif pasca pandemi,” kata dia.

Dalam isu Finance Track G20, Indonesia akan mengusung agenda koordinasi kebijakan bersama untuk keluar dari krisis, upaya penanganan dampak pandemi dalam perekonomian guna mendukung pertumbuhan yang lebih kuat di masa depan, penguatan sistem pembayaran di era digital, pengembangan pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance), peningkatan sistem keuangan yang inklusif, serta agenda perpajakan internasional.

Kolaborasi dan inovasi dunia untuk bersama-sama pulih sejatinya bukan hanya kepentingan Indonesia, namun juga seluruh negara di dunia. G20 memang bukan forum multilateral yang mengikat secara hukum, namun agenda Indonesia untuk memperbaiki tatanan dunia secara bersama-sama diharapkan dapat memberikan manfaat konkret bagi pemulihan kawasan dan global.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021