Jakarta (ANTARA News) - Nama besar KH Abdul Wahid Hasyim dengan segudang pemikirannya yang telah memberikan kontribusi bagi perjuangan kemerdekaan dan pembangunan Indonesia, memang tak bisa dilupakan. Bahkan, nama Wahid Hasyim sejajar dengan para "founding fathers" lainnya, seperti Soekarno dan Hatta.

Untuk tetap melestarikan pemikiran Wahid Hasyim tentang agama, pendidikan, politik dan sosial kemasyarakatan, keluarga besar Wahid Hasyim seperti Solahuddin Wahid, Lily Wahid, dan lainnya, bekerjasama dengan Kementrian Agama RI melaksanakan Peringatan Satu Abad (100 Tahun) KH A Wahid Hasyim di Jakarta, Jumat.

Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat, Ketua Umum Panitia Pelaksana Satu Abad KH A Wahid Hasyim, Aisyah Hamid Baidlowi mengatakan,  bahwa acara tersebut digagas sebagai bentuk penghormatan sekaligus mengangkat pemikiran-pemikiran Wahid Hasyim, khususnya yang terkait tentang pembaruan Islam Indonesia.

"Sebagaimana pahlawan bangsa lainnya, kita harus menghormati dan mengangkat nilai perjuangan para pahlawan. Begitupun untuk Wahid Hasyim. Nilai dan semangat perjuangannya demi kemerdekaan bangsa, patut diteladani," kata Aisyah.

Abdul Wahid Hasyim adalah salah satu putra bangsa yang ikut mengukir sejarah negeri ini pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Terlahir Jumat Legi, 5 Rabi’ul Awal 1333 atau 1 Juni 1914, Wahid Hasyim mengawali kiprahnya pada usia muda.

"Banyak kontribusi penting yang diberikan beliau (Wahid Hasyim, Red) bagi agama dan bangsa. Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila sebagai pengganti Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi PemelukNya tidak terlepas dari peran seorang Wahid Hasyim. Karena ia dikenal sebagai tokoh yang moderat, substantif dan inklusif," kata KH Salahuddin Wahid, putra Wahid Hasyim.

Melestarikan pemikiran founding fathers, menurut Gus Solah, sapaan akrab Solahuddin Wahid, wajib dilakukan agar bangsa Indonesia tidak menyimpang dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Karena belakangan, apa yang kita lakukan sudah jauh menyimpang dari yang dicita-citakan oleh pendiri negeri ini. Salah satunya, Pancasila terus menerus dirongrong dengan cara-cara kelompok tertentu yang tidak bernapaskan Pancasila. Bahkan semakin marak gerakan radikal yang mengatasnamakan agama. Ini sudah bahaya," ungkap Gus Solah.

Sementara, putri Wahid Hasyim yang dikenal vocal sebagai anggota DPR RI Lily Wahid menegaskan pemikiran ayahnya, Wahid Hasyim, dalam bingkai NKRI adalah tetap menjunjung tinggi perbedaan seperti yang termaktub dalam Bhineka Tunggal Ika.

"Dan prinsip itu tergambar dalam kehidupan sehari-hari beliau (Wahid Hasyim, Red). Sehingga kami bias belajar banyak tentang pluralisme dan keberagaman. Dan pemikiran tersebut sampai hari masih relevan. Bahkan kita membutuhkan itu sebagai jawaban atas persoalan bangsa yang semakin hari semakin membuat rakyatnya tak berdaulat," kata bunda, sapaan akrab Lily Wahid.

Dan munculnya isu NII (Negara Islam Indonesia), menurut Lily Wahid jelas menunjukan dari dulu hingga sekarang selalu ada gerakan yang berusaha merongrong kedaulatan Indonesia. Sehingga Indonesia tidak pernah bisa menjadi bangsa yang besar.
"Pondasi awal Indonesia berdiri bukan Negara berdasarkan agama. Dan itu harus kita kawal terus karena komitmen para 'founding fathers' tersebut bukan hal sepele. Sebagai generasi penerus kita harus berani menjaga, mengawal dan melestarikannya sehingga gerakan radikal yang merongrong NKRI tidak akan punya tempat," demikian Lily Wahid. (*)
(R009/K004)
 

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011