Pelaku usaha atau pemilik kapal mengeluhkan sistim OSS yang belum familiar menyebabkan perizinan kapal penangkap ikan yang mereka urus terlambat dan belum keluar
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan menginginkan berbagai instansi terkait dapat membantu pelaku usaha sektor perikanan di berbagai daerah guna mengakses layanan Online Single Submission (OSS).

"Pelaku usaha perikanan tangkap di sejumlah daerah kesulitan mengakses layanan OSS atau sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik yang dikembangkan oleh Kementerian Investasi," katanya di Jakarta, Jumat.

Menurut Abdi Suhufan, kendala yang dihadapi oleh pelaku usaha adalah terkait teknis pembuatan akun OSS dan proses input persyaratan administrasi. Untuk itu, ujar dia, Kementerian Investasi, KKP dan pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi atas pelaksanaan OSS pada sub sektor perikanan tangkap di daerah.

"Jika tidak dibenahi, kondisi ini akan berdampak pada berhentinya operasional usaha penangkapan ikan yang izin daerah dan berkurangnya pendapatan daerah dari SIUP dan SIPI," ucapnya.

Peneliti DFW Indonesia, Muhamad Arifudin mengatakan bahwa hasil monitoring yang dilakukan oleh DFW di provinsi Papua dan Sulawesi Tenggara, saat ini terdapat sekitar 60 kapal ikan ukuran 10-29GT yang belum operasi karena keterlambatan izin.

"Pelaku usaha atau pemilik kapal mengeluhkan sistim OSS yang belum familiar menyebabkan perizinan kapal penangkap ikan yang mereka urus terlambat dan belum keluar," kata Arif.

Ia mengungkapkan bahwa kondisi ini sudah berjalan selama satu tahun dan telah mempengaruhi iklim usaha perikanan di daerah.

Arif meminta pemerintah pusat melalui Kementerian Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Pemerintah Provinsi perlu melakukan sosialisasi, pendampingan dan penerbitan manual pelaksanaan OSS agar menjadi acuan pelaku usaha perikanan.

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menargetkan penyempurnaan sistem Online Single Submission (OSS) berbasis risiko akan bisa dirasakan pengguna pada awal 2022 mendatang.

Ia mengakui, saat ini OSS berbasis risiko memang belum sepenuhnya memenuhi kepuasan sejumlah pihak, baik dari pengusaha maupun pemerintah daerah.

"Harus saya akui, OSS ini belum 100 persen memenuhi kepuasan bapak ibu semua karena implementasinya baru dilakukan sejak 9 Agustus 2021 lalu. Kami targetkan di 2022 awal, Januari, ini semua sudah bagus," janjinya dalam acara Economic Outlook 2022: Prospek Investasi 2022 yang digelar secara daring di Jakarta, Selasa.

Bahlil menuturkan, OSS berbasis risiko merupakan merupakan perwujudan dari amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), tepatnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Lantaran sistemnya yang elektronik, sistem tersebut diklaim lebih transparan. Sistem tersebut, meski masih banyak dikeluhkan karena belum sepenuhnya terintegrasi, menurut Bahlil telah memberi dampak pada percepatan pengurusan izin.

Baca juga: Bahlil Lahadalia targetkan penyempurnaan sistem OSS awal 2022
Baca juga: DJP: Insentif pajak "super deduction" bisa diusulkan melalui OSS
Baca juga: OSS berbasis risiko dinilai akan tingkatkan iklim kemudahan berusaha

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021