Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N. Suparman mengatakan, berdasarkan hasil kajian KPPOD, Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) telah mempermudah pelayanan perizinan untuk para pelaku usaha mikro dan kecil.

“Undang-Undang ini dan beberapa peraturan turunannya, khususnya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, sangat memberikan kemudahan kepada pelaku usaha mikro dan kecil dalam mengurus perizinan,” kata Armand, sapaan akrab Herman, ketika memberi paparan dalam Diskusi Media dengan topik “Sengkarut Implementasi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di Daerah” yang disiarkan di kanal YouTube KPPOD Jakarta dan dipantau dari Jakarta, Selasa.

UU Ciptaker merupakan solusi yang dicetuskan oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan perizinan yang diakibatkan oleh regulasi yang tumpang tindih, obesitas regulasi, dan berbagai persyaratan yang menyulitkan pelaku usaha untuk memperoleh izin berusaha. Permasalahan tersebut berdampak pada daya saing berusaha di Indonesia yang sangat rendah di mata dunia, khususnya bagi para investor.

Baca juga: Menkumham sebut pembentukan LPI sebagai progres signifikan UU Ciptaker

Oleh karena itu, pendekatan yang semula merupakan berdasarkan pada lisensi, kini berganti menjadi pendekatan berbasis risiko. Bagi perusahaan-perusahaan dengan risiko rendah, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), proses untuk mengurus perizinan menjadi lebih mudah dengan diterbitkannya UU Ciptaker oleh Presiden dan DPR.

“Penyelenggara OSS RBA ini menegaskan prinsip fiktif positif. Fiktif positif ini artinya, ketika satu perizinan itu diberi batas waktu hanya sepuluh hari, dan kala pemerintah daerah atau lembaga OSS-nya itu melewati batas waktu, otomatis dokumen (perizinannya, red.) terbit,” kata dia.

Prinsip itu, Armand melanjutkan, memaksa kepada penyelenggara pemerintahan di pusat maupun di daerah untuk mematuhi prosedur operasi standar (standard operating procedure / SOP) yang sudah tercantum di dalam undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, serta peraturan kepala daerah.

Baca juga: Ahli sebut metode 'omnibus law' atasi kebuntuan dalam uji UU Ciptaker

Adapun yang dimaksud dengan OSS RBA atau Online Single Submission Risk-Based Approach adalah sistem yang menempatkan risiko sebagai paradigma utama atas setiap kegiatan berusaha, sehingga berimplikasi pada perubahan desain kebijakan, kelembagaan, dan platform layanan berusaha saat ini, baik di pusat maupun daerah.

OSS RBA juga mengintegrasikan seluruh layanan perizinan berusaha di kementerian atau lembaga pusat, serta di dinas-dinas teknis di daerah. Integrasi tersebut memberi gambaran bahwa sistem yang diusung oleh Indonesia akan memberi kemudahan kepada para pelaku usaha untuk mengakses di mana saja dan kapan saja, juga untuk mendapatkan layanan perizinan dan hasil perizinan.

“Pelayanan perizinan untuk (usaha yang, red.) berisiko rendah berjalan optimal,” kata Armand.

Baca juga: Ahli sebut UU Ciptaker merupakan suatu keberhasilan

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021