Jakarta (ANTARA) - Perkembangan pandemi COVID-19 di berbagai belahan dunia hari ini:

China hadapi wabah Delta terbesar

China berjuang melawan wabah COVID-19 terbesarnya yang dipicu varian Delta. Beberapa daerah membatasi masuknya pendatang dari kota Dalian yang mencatat kenaikan kasus lebih cepat dari daerah lain pekan lalu.

Wabah Delta paling menyebar di negara itu telah melanda 21 provinsi, kabupaten dan kotamadya. Otoritas-otoritas lokal berusaha menahan laju penularan berdasarkan kebijakan nol toleransi pemerintah.

Baca juga: Beijing temukan kasus COVID-19 di perusahaan minyak ternama

Inggris akan perluas vaksinasi booster

Pemerintah Inggris akan memperluas vaksinasi booster (penguat) bagi penduduk berusia di bawah 50 untuk menekan tingkat penularan jelang musim dingin tiba.

Komite Gabungan Vaksinasi dan Imunisasi (JCVI) diperkirakan akan memberikan persetujuannya pada Senin.

Kamboja hapus karantina bagi pelaku perjalanan yang sudah divaksin

Kamboja akan menghentikan karantina wajib bagi para pelaku perjalanan yang telah divaksin COVID-19 mulai Senin.

Perdana Menteri Hun Sen mengatakan mereka harus menunjukkan hasil negatif tes yang dilakukan dalam 72 jam sebelum berangkat dan sudah divaksin lengkap.

Dengan 16 juta penduduk, Kamboja sudah memvaksin hampir 90 persen populasinya dan menjadi salah satu negara dengan tingkat vaksinasi tertinggi di Asia.

Baca juga: Lampaui target vaksinasi COVID, Kamboja siap jalani hidup baru

Parlemen Florida bahas kewajiban vaksinasi

Para anggota parlemen Florida, Amerika Serikat, akan bertemu dalam sesi legislatif pada Senin. Pertemuan itu digagas oleh Gubernur Ron DeSantis dari partai Republik yang ingin menggagalkan kewajiban vaksinasi COVID-19.

Dalam sesi selama sepekan itu, para anggota yang mayoritas berasal dari Republik, dijadwalkan untuk mempertimbangkan empat rancangan undang-undang yang akan mengenakan sanksi pada pengusaha dan pemerintah lokal yang mewajibkan pekerja menjalani vaksinasi.

"Long COVID" jarang diderita atlet universitas

Atlet-atlet universitas yang terinfeksi virus corona sangat jarang menderita efek jangka panjang COVID-19, kata sebuah penelitian di AS.

Para peneliti menemukan hanya 1,2 persen dari atlet yang terinfeksi menunjukkan gejala lebih dari tiga pekan dan 0,06 persen bergejala lebih dari tiga bulan.

Penelitian itu melibatkan 3.500 atlet yang positif tertular COVID-19. Mereka berasal dari 44 perguruan tinggi dan universitas di 20 lokasi berbeda.

Sumber: Reuters

Baca juga: China utara wajibkan karantina 56 hari bagi pendatang
Baca juga: China laporkan tambahan 75 kasus COVID-19

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021