..saat ini PGP baru menjangkau sekitar satu persen dari total guru di Indonesia. Jumlah tersebut masih terlalu kecil untuk menghasilkan perubahan yang besar. PGP juga belum menjangkau setengah dari total daerah di Indonesia,
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute Nisaaul Muthiah mengatakan program guru penggerak (PGP) yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadikan guru memiliki paradigma yang memerdekakan anak dalam proses belajar. “Namun, saat ini PGP baru menjangkau sekitar satu persen dari total guru di Indonesia. Jumlah tersebut masih terlalu kecil untuk menghasilkan perubahan yang besar. PGP juga belum menjangkau setengah dari total daerah di Indonesia,” ujar Nisaaul di Jakarta, Kamis.

Pihaknya mengapresiasi langkah Kemendikbudristek dalam upaya perbaikan kualitas guru tersebut.

Baca juga: Kemenag dorong guru madrasah perkokoh budaya digital

Dalam kajian akhir tahun The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), yang berjudul “Evaluasi Program Guru Penggerak”, ia menyampaikan beberapa catatan baik dan catatan yang ditujukan untuk perbaikan PGP dan perbaikan kualitas guru secara keseluruhan.

“Kemendikbudristek menargetkan pada tahun 2024 akan terdapat 405.000 guru yang tergabung dalam PGP. Namun, jumlah tersebut juga masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan guru. Sebanyak 405.000 guru artinya masih sekitar enam belas persen dari total guru yang mendapat kesempatan untuk mengikuti program tersebut di tahun 2024,” tambah dia.

Selain itu, Nisaaul menyatakan bahwa PGP tidak dapat dijangkau oleh guru yang memiliki keterbatasan gawai dan internet. PGP juga tidak menyediakan ruang bagi guru yang memiliki latar belakang pendidikan di bawah D4/S1 untuk turut memperbaiki kualitas. PGP juga belum menyinggung mengenai penguasaan guru terhadap materi yang mereka ajarkan dan aspek kesetaraan gender bagi murid-murid di kelas. Padahal, kedua hal tersebut masih menjadi permasalahan dalam proses pembelajaran.

“Pada tahun pelajaran 2020/2021, masih terdapat sekitar 105.876 guru yang memiliki latar belakang pendidikan di bawah S1. Mayoritas guru dengan kualifikasi tersebut berada di jenjang sekolah dasar (SD) dan pendidikan luar biasa (PLB). Padahal, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam Pasal 9 mengamanatkan setiap guru wajib memperoleh kualifikasi akademik minimal S1/D4.

Baca juga: Cakap Teacher Academy berdayakan guru di Indonesia

Oleh karena itu, Kemendikbudristek perlu memerhatikan peningkatan kualitas guru yang masih memiliki kualifikasi pendidikan di bawah S1/D4. Misalnya, dengan membuka ruang bagi mereka untuk dapat mengikuti PGP, atau dengan kebijakan lainnya, karena saat ini PGP hanya dapat diikuti oleh guru yang memiliki pendidikan minimal S1/D4,” papar Nisaaul.

Nisaaul juga menyoroti perlunya PGP memerhatikan penguasaan guru pada materi yang mereka ajarkan. Hasil studi program Research on Improving Education Systems (RISE) menunjukkan bahwa pada jenjang sekolah dasar, hanya 12,43 persen guru sekolah dasar (dari 360 guru) yang menganggap dirinya menguasai materi pengajaran literasi baca tulis dan 21,27 persen yang menganggap dirinya menguasai materi pengajaran matematika.

“PGP perlu menyinggung persoalan penguasaan materi pembelajaran yang masih di hadapi oleh guru saat ini, karena hal tersebut masih menjadi salah satu persoalan yang dihadapi oleh guru. Cakupan implementasi PGP juga harus diperluas ke semua daerah di Indonesia. Kemendikbudristek perlu bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta sektor swasta, untuk memperbaiki akses internet di daerah-daerah yang masih memiliki keterbatasan akses internet.

Langkah ini diperlukan agar semua guru memiliki kesempatan untuk mengikuti PGP. Selain itu, praktik baik dari PGP juga perlu untuk diterapkan dalam Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), agar proses perbaikan guru berjalan lebih menyeluruh,” terang Nisaaul.

Pewarta: Indriani
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021