Jakarta (ANTARA) - Peneliti Lembaga kajian dan advokasi Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Latasha Safira mengemukakan pendidikan adalah sektor yang paling terkena dampak negatif dari pandemi COVID-19.

"Selama 18 bulan, sekolah dijalankan melalui pembelajaran jarak jauh untuk mencegah penyebaran virus. Tetapi terbukti bahwa dalam kasus mayoritas, belajar siswa kurang efektif sebagai pedagogi pembelajaran di Indonesia,” kata Latasha Safira melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat malam.

Menurut Latasha berbagai organisasi telah melaporkan terjadinya learning loss, di mana siswa ‘kehilangan’ pengetahuan dan keterampilan akademik akibat pembelajaran jarak jauh. Bahkan, Bank Dunia memperkirakan siswa di Indonesia kehilangan sekitar 0,9 tahun pembelajaran.

Indonesia, ujar Latasha, harus membangun ekosistem pendidikan yang adaptif terhadap tekanan serta gangguan. Meredanya pandemi akhir-akhir ini, sebaiknya dimanfaatkan untuk mencoba memperbaiki semua kelemahan ekosistem pendidikan di Indonesia dalam memberikan pembelajaran, terutama jarak jauh.

Baca juga: DKI tambah 3.050 sekolah buka PTM terbatas pada November 2021

Baca juga: Dinkes Bandung catat kasus COVID-19 dari PTM naik jadi 229 orang


Contohnya adalah konektivitas internet yang merata di seluruh nusantara dan juga distribusi perangkat pendidikan terkait seperti laptop, pelatihan guru agar dapat membimbing siswa tanpa tatap muka dan pengembangan keterampilan dasar dan transferable.

“Banyak siswa yang tertinggal dalam pelajarannya karena mereka tidak dapat mengakses koneksi internet yang stabil atau perangkat yang dibutuhkan dalam belajar jarak jauh. Sedangkan guru-guru juga kesulitan untuk mengadopsi pembelajaran berbasis teknologi karena mereka tidak memiliki keterampilan digital yang diperlukan,” katanya.

Latasha menambahkan pentingnya pengembangan pola pemikiran kritis serta komunikasi dan keterampilan digital agar siswa mudah beradaptasi dan bisa tetap semangat belajar dari rumah.

Ia juga menekankan pentingnya kebijakan dan investasi untuk mendukung kesiapsiagaan sektor pendidikan dalam menyikapi perubahan mendadak.

Ia mengatakan kemitraan pemerintah dan swasta dapat mengatasi berbagai kelemahan ekosistem pendidikan, termasuk dalam mempersempit strategi digital serta dalam mendukung sekolah menerapkan persiapan dan mitigasi.

Kurikulum sekolah di setiap tingkat harus memfasilitasi perkembangan keterampilan dasar dan transferable bagi siswa, serta bersifat adaptif, mampu menerapkan pembelajaran, baik secara tatap muka maupun jarak jauh dengan efektif.

"Juga dibutuhkan upaya terstruktur untuk memastikan guru-guru terbekali dengan keterampilan pedagogi berbasis digital," katanya.

Tidak kalah penting adalah perlunya sekolah meningkatkan keterikatan dengan orang tua agar mereka juga siap untuk membimbing anak-anaknya sebagai guru kedua di rumah. "Tidak semua orangtua siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mendukung pembelajaran berbasis teknologi," katanya.

Dengan ekosistem yang tangguh dan siap, kata Latasha, waktu tidak akan terbuang untuk merombak dan mengatur logistik transisi metode pembelajaran ketika harus beralih ke sistem digital atau sebaliknya.*

Baca juga: Universitas Tidar Magelang uji coba pembelajaran tatap muka

Baca juga: Vaksinasi remaja dipercepat dukung PTM terbatas

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021