kalau mau membeli buku bisa berbarengan karena ongkos kirim mahal
Jakarta (ANTARA) - "Anda tidak bisa menemui semua orang di seluruh dunia secara pribadi, tetapi anda bisa menemui mereka lewat halaman-halaman buku.."

Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno, menyampaikan hal itu dalam biografinya, "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia" yang ditulis Cindy Adams (1965).

Bagi Sukarno, yang lahir dari sebuah keluarga sederhana di Surabaya, buku menjadi satu-satunya cara untuk menjelajah dunia. Berkenalan dengan tokoh-tokoh, bergulat bersama pemikiran dan berargumen soal sejarah, semua dilakukan Sang Proklamator saat tenggelam dalam berbagai pustaka.

Namun, "kemewahan" untuk mendapatkan beragam buku dengan mudah tidak bisa dinikmati oleh banyak pihak, termasuk masyarakat Kabupaten Mimika, Papua.

Mimika merupakan salah satu wilayah Tanah Air yang hanya mengandalkan transportasi laut dan udara untuk perpindahan barang. Inilah yang menjadi salah satu tantangan masyarakat dalam mendapatkan akses terhadap buku.

Eko Setiawan, seorang pencinta buku di Mimika, merasakan betul bagaimana susahnya mendapatkan buku di wilayah seluas 21.693,51 kilometer persegi itu.

Di Mimika, nyaris tidak ada toko yang khusus menjual buku. Kalau pun ada, buku hanya menjadi pelengkap dagangan utama. Buku-buku yang disediakan juga mayoritas buku pelajaran atau buku agama.

Karena itu, Eko melakukan pemesanan daring dengan biaya kirim yang besar dan waktu tiba yang lama.

Untuk satu eksemplar buku, pemuda berusia 26 tahun itu mesti mengeluarkan ongkos kirim sekitar Rp120 ribu. Perjalanan buku dari pesan sampai tiba di tangan sekitar tujuh sampai 10 hari.

Sesekali, Eko menyiasati kondisi dengan menitip buku kepada keluarganya yang ingin ke Mimika atau memanfaatkan layanan pengiriman gratis.

Situasi tersebut akhirnya membuat Eko mendirikan sebuah toko buku daring di media sosial Instagram, yang dinamakannya @pagest.timika, sejak April 2021.

Melalui akun itu, selain menyalurkan hobi, lulusan Universitas Hasanuddin tersebut juga mau mengajak penyuka buku lain di Mimika untuk memesan buku bersama-sama demi menekan biaya.

"Jadi kalau mau membeli buku bisa berbarengan karena ongkos kirim mahal," ujar Eko.

Pria bergelar sarjana hukum tersebut menegaskan bahwa usahanya di @pagest.timika bukan ditujukan untuk mencari keuntungan.

Tidak banyak pemasukan yang diperolehnya dari sana karena Mimika bukanlah kabupaten dengan minat baca tinggi. Setiap bulan, Eko paling menerima pesanan 5-10 buku.

Menurut Eko, ada beberapa sebab yang membuat kurangnya hasrat baca warga Mimika, khususnya para generasi muda seperti faktor lingkungan, pendidikan dan kelangkaan toko buku.

"Padahal membaca itu sangat penting. Melalui buku, yang seperti 'jendela dunia', kita bisa menemukan hal-hal baru," tutur dia.

Baca juga: Intelektual Kamoro soroti penurunan kualitas pendidikan di Mimika
Pencinta buku Eko Setiawan (26 tahun) membaca di rumahnya, Mimika. Eko menyiasati sulitnya mendapatkan buku di kampung halamannya dengan membuat toko daring di Instagram bernama @pagest.timika. (Michael Siahaan)


Perpustakaan

Kesenjangan antara masyarakat dan buku bukannya tak disadari oleh Pemerintah Kabupaten Mimika.

Demi menyediakan buku untuk warga, pemerintah setempat membuka sebuah perpustakaan daerah, yang dikelola Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah, mulai tahun 2010.

Tidak main-main, perpustakaan itu memiliki sekitar 26.000 buku, mulai dari buku pelajaran hingga fiksi seperti novel.

Semua buku tersebut tentu saja dapat dipinjam dalam jangka waktu tujuh hari. Operasional perpustakaan berlangsung pukul 08.00-17.00 WIT, tetapi selama pandemi COVID-19, kegiatan dibatasi cuma sampai pukul 15.00 WIT.

Akan tetapi, tidak banyak warga yang memanfaatkan keberadaan perpustakaan itu. Peminjaman buku per hari mencapai 30 eksemplar dengan para peminjam pada umumnya pelajar dan mahasiswa yang harus menyelesaikan tugas-tugas sekolah atau kuliah.

"Minat baca di Mimika, khususnya anak-anak muda memang menurun, apalagi sejak adanya internet. Mereka lebih memilih berselancar secara daring daripada ke perpustakaan," kata Kepala Seksi Layanan dan Kerja Sama Perpustakaan Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Mimika, Arlince Nauw.

Untuk menarik perhatian masyarakat akan perpustakaan, Arlince menyebut bahwa pihaknya melakukan berbagai program misalnya pengadaan internet di gedung perpustakaan dan perpustakaan keliling.

Program perpustakaan keliling itu sudah dimulai sejak tahun 2012. Setiap minggu ada satu mobil yang penuh dengan buku keluar masuk kampung, termasuk sekolah-sekolah di sana, untuk melayani warga. Sayangnya, aktivitas ini terhenti selama pandemi COVID-19 dan belum diketahui kapan akan dilanjutkan.

Pihak perpustakaan sendiri mengklaim, program itu disambut baik oleh warga.

Terkini, Pemerintah Kabupaten Mimika pelan-pelan membangun pojok-pojok literasi digital di setiap kecamatan-kelurahan.

Proyek ini dimulai dari Kecamatan Kwamki Narama dan akan berlanjut ke titik-titik lain.

Di pojok membaca dan berselancar daring itu, perpustakaan Kabupaten Mimika akan menyediakan fasilitas internet gratis dan buku-buku.

"Sehingga warga di sana tak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membeli paket internet. Kami akan memulai pemasangan jaringan dan lain-lain setelah PON Papua," tutur Arlince.

Baca juga: Wabup Mimika temui Emil Dardak bahas pendidikan mahasiswa
Suasana Perpustakaan Daerah Kabupaten Mimika. (Michael Siahaan)

Melekatkan masyarakat Mimika dengan buku sejatinya menjadi kebutuhan mutlak karena, dari sisi sumber daya manusia, wilayah ini memiliki potensi besar untuk melesat maju.

Mimika, berdasarkan data BPS setempat, memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 74,13 pada tahun 2019, atau meningkat 0,98 dari tahun sebelumnya.

Nilai itu lebih tinggi daripada IPM Indonesia pada tahun yang sama yaitu 71,92. Di Provinsi Papua, IPM Mimika pada 2019 hanya kalah dari Kota Jayapura, 80,16.

Kemudian, di Mimika, jumlah penduduk usia produktif yaitu 15-64 tahun sangat besar yaitu 201.204 jiwa pada tahun 2020 atau 66 persen dari total keseluruhan penduduk yakni 311.969 orang.

Melihat situasi demikian, dengan pengelolaan yang tepat, Mimika tentu saja sangat mungkin menjadi penghasil SDM-SDM andal yang tenaga juga pikirannya dapat dicurahkan untuk kemajuan daerah maupun negara.

Melalui perpustakaan, pemerintah perlu memaksimalkan kekuatan mereka untuk "membanjiri" Mimika dengan buku-buku berkualitas tinggi sekaligus mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkannya.

"Membangun perpustakaan," tulis penulis asal Argentina, Carlos Maria Dominguez dalam bukunya "Rumah Kertas" (2002), "adalah mencipta kehidupan. Perpustakaan tak pernah menjadi kumpulan acak dari buku-buku belaka".
 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021