Cianjur (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cianjur, Jabar, Minggu, minta agar Ahmadiyah menyatakan keluar dari Islam dan mendirikan agama baru, sebagai upaya mencegah kembali terjadinya konflik antarumat.

Ketua MUI Cianjur, KH Abdul Halim, menilai selama kelompok Ahmadiyah tetap "keukeuh" mengaku bagian dari agama Islam, maka hal tersebut akan terus mengusik akidah umat Islam.

"Ahmadiyah itu sesat dan menyesatkan, kalau mereka tetap mengaku sebagai bagian dari agama Islam, maka konflik akan terus terjadi. Kalau itu kepercayaan mereka, kenapa mereka tidak berani menyatakan keluar dari Islam," katanya.

Dia menututurkan, keinginan kelompok Ahmadiyah yang masih menjadi bagian dari agama Islam, sangat bertolak belakang dengan ajaran-ajaran akidah yang ada di dalam Al Quran dan sunah Rasul.

"Kelompok tersebut memiliki kitab sendiri dan menganggap ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW, yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Solusi paling efektif untuk mengatasi konflik, Ahmadiyah harus keluar dari Islam," ucapnya.

Sementara itu, salah seroang tokoh agama di Cianjur, yang minta namanya tidak dicantumkan, meminta agar pihak terkait tidak menyalahkan ummat Islam yang melakukan aksi dan bereaksi, jika kelompok Ahmadiyah tidak membubarkan diri.

Pasalnya ungkap dia, kelompok Ahmadiyah, telah banyak melanggar aturan yang tertuang dalam SKB 3 Menteri. Sehingga kembali memancing kemarahan ummat Islam.

"Selama ini SKB 3 menteri, seakan tidak berfungsi terhadap kelompok Ahmadiyah. Mereka masih melakukan ibadah yang jelas-jelas bertentangan dengan Alquran dan sunah, serta keputusan yang tercantum dalam SKB tersebut," katanya.

Hal tersebut, dipertegas, dalam SKB 3 menteri, mengenai peringatan dan diperintahkan seluruh penganut, pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam.

Diminta tegas, untuk menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran Agama Islam pada umumnya.

Bahkan, dalam SKB 3 menteri tersebut jelas tertulis, peringatan bagi anggota atau pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan tersebut, dapat dikenai saksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (FKR/Y003/Z002/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011