Merauke (ANTARA) - Sejumlah pengrajin tampak sibuk menjahit di sebuah ruangan yang tak terlalu lebar yang dipenuhi beragam peralatan. Dari tangannya terlihat benda berbentuk persegi dengan tekstur yang khas.

Benda tersebut merupakan kulit buaya yang telah melalui serangkaian proses untuk diubah menjadi sebuah kerajinan bernilai seni tinggi.

Di rumahnya yang berada di Gang Haji Kasim, Merauke, Khusni Hidayat biasa mengerjakan kerajinan kulit buaya dengan dibantu dua orang pekerja yang juga masih keluarga tersebut.

Dari tangan terampil Khusni inilah lahir beragam kerajinan kulit buaya seperti tas, ikat pinggang, dompet, hingga sepatu.
Seorang pengrajin menunjukkan bahan baku membuat kerajinan kulit buaya di Merauke, Papua, Selasa (12/10/2021). ANTARA/Yogi Rachman

Kerajinan kulit buaya memang menjadi salah satu ikon dari kota paling timur di Indonesia tersebut. Tak sulit rasanya bagi wisatawan yang berkunjung ke Merauke menemukan toko yang menjual suvenir kerajinan kulit buaya.

Namun untuk membuat sebuah kerajinan kulit buaya membutuhkan waktu yang lama. Butuh proses serta keterampilan dalam mengolah bahan baku kulit buaya hingga menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.

Proses pembuatan

Khusni bercerita bahwa untuk membuat kerajinan kulit buaya membutuhkan proses pengerjaan yang tidak sebentar dimulai dengan membeli bahan baku kulit yang biasanya didapatkan dari penangkaran buaya melalui Koperasi Papua Jaya yang menaungi 62 anggota pengrajin di Merauke.

Kulit buaya tersebut kemudian masuk proses penyamakan, yaitu pembersihan kulit dari daging yang menempel menggunakan bahan-bahan kimia sebelum kemudian dikeringkan.

Proses pengeringan ini membutuhkan waktu hingga dua minggu sampai kulit siap untuk diolah menjadi berbagai barang kerajinan. Para pengrajin kulit buaya di Merauke masih melakukannya dengan cara tradisional tanpa menggunakan mesin.
Seorang pengrajin menunjukkan bahan baku kulit buaya yang telah disamak di Merauke, Papua, Selasa (12/10/2021). ANTARA/Yogi Rachman

Kulit buaya yang sudah disamak kemudian dapat mulai dibentuk sesuai dengan yang diinginkan oleh pengrajin. Khusni mengatakan proses pembuatan sebuah kerajinan kulit buaya memakan waktu yang berbeda-beda tergantung dari tingkat kesulitan barang yang dibuat.

"Untuk membuat dompet itu kita sehari bisa 10 tapi itu belum dicat," ujar pemilik toko Rizky kulit di Jl. Irian Siringgu tersebut.

Pria yang telah menekuni usaha kerajinan kulit buaya sejak 2007 itu menambahkan bahwa cat yang digunakan untuk mewarnai kerajinan kulit buaya juga khusus. Setelah proses tersebut selesai, sebuah produk kerajinan kulit buaya dipasarkan mulai dari Rp50 ribu hingga puluhan juta rupiah.

Salah seorang pengrajin lainnya, Wika, mengatakan bahwa untuk bahan baku mentah kulit buaya didapat dengan harga mulai dari Rp50 ribu hingga Rp70 ribu per inchi.

"Kalau kulit itu dijual per inchi tergantung besarnya. Harga kulit per inchi yang mentahnya itu Rp60 ribu. Itu belum disamak kalau sudah disamak kita kena ongkos lagi jadi mahal," ujar Wika yang juga merupakan pemilik toko suvenir Charisma Kulit.

Wika menjelaskan bahwa produk kerajinan kulit buaya memiliki keunggulan tidak mudah rusak serta perawatannya yang cukup mudah.

"Kita beli dompet sampai 10 tahun tidak rusak. Ini awet dan tidak ada perawatannya, biasa saja. Paling hanya cat saja bisa luntur tapi itu bisa dicat lagi," kata Wika.

​Wika menuturkan bahwa produk kerajinan kulit buaya yang diakui pemerintah terdapat stiker hologram bertuliskan "Genuine and Certified Crocodile Leather Produk Binaan BBKSDA Papua".

Produk kerajinan yang memiliki hologram tersebut dijamin berasal dari buaya hasil penangkaran yang telah memiliki legalitas.

Legalitas

Meskipun populasi buaya di Merauke banyak namun belum ada sebuah penangkaran untuk menyuplai bahan baku kulit buaya yang masih mengandalkan suplai dari luar kota seperti Jayapura.

Selain itu, izin untuk pengolahan kulit buaya menjadi produk seperti kerajinan juga tidak sembarangan bisa didapatkan.

Hal itu dikarenakan buaya merupakan salah satu hewan dilindungi Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Seorang pengrajin melakukan proses pengecatan kerajinan kulit buaya sebelum dijual ke pelanggan di Merauke, Papua, Selasa (12/10/2021). ANTARA/Yogi Rachman

Berdasarkan peraturan tersebut buaya termasuk dalam kategori Apendiks II CITES yaitu daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.

Selain itu, ada juga SK Menteri Kehutanan Nomor 2827/Kpts-II/2002 Tentang Penetapan Buaya Air Tawar dan Buaya Muara Sebagai Satwa Buru di Provinsi Papua yang mengatur kuota pemanfaatan untuk pengusaha, penangkar, dan eksportir.

Khusni mengatakan untuk para pengrajin di Merauke yang tergabung dalam Koperasi Papua Jaya mendapatkan bahan baku dari penangkaran yang berada di Jayapura.

"Kita ajukan setiap tahun itu ada kuotanya kalau tidak salah 3000 lembar kulit per tahun. Jadi kita punya tagging, kita punya hologram," tutur Khusni.

Meski demikian dia tak menampik bahwa masih ada pengrajin yang mendapatkan bahan baku kulit buaya bukan dari penangkaran melainkan langsung dari masyarakat yang didapat melalui hasil berburu di alam liar.

Berkah PON

Penunjukan Merauke sebagai salah satu kluster tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua membawa berkah bagi pengrajin kulit buaya seperti Khusni dan Wika.

Merauke yang menjadi tuan rumah dari tujuh cabang olahraga seperti anggar, wushu, gulat, catur, sepak bola putri, road race, dan motor cross dikunjungi oleh banyak kontingen dari seluruh provinsi di Indonesia selama penyelenggaraan PON.
Seorang pengrajin melakukan proses penjahitan kerajinan kulit buaya sebelum dijual ke pelanggan di Merauke, Papua, Selasa (12/10/2021). ANTARA/Yogi Rachman

Tak sedikit dari atlet dan ofisial kontingen yang menyempatkan waktu berbelanja suvenir kerajinan kulit buaya di Merauke yang sedikitnya kembali menggairahkan roda perekonomian pelaku UMKM.

Khusni mengatakan sebelum penyelenggaraan PON banyak dari para pengrajin kulit buaya di Merauke ikut terdampak pandemi COVID-19 dengan berkurangnya pemasukan.

"Untuk pemasaran selama PON ini ramai juga permintaan. Teman-teman juga ramai permintaan. Jadi ada yang kemarin pandemi keuntungan nol rupiah sekarang ada kenaikan jadi kita lebih semangat," kata Khusni.

Kerajinan kulit buaya Merauke memiliki potensi sebagai salah satu sektor industri ekonomi kreatif unggulan apabila dikelola dengan benar karena dapat menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak masyarakat mulai dari penyedia kulit, pengrajin, hingga pemilik usaha penjualan.

Untuk itu, perlu adanya dukungan lebih dari pemerintah bagi pengrajin kulit buaya agar dapat mengembangkan usahanya dan lebih dikenal di dunia internasional.

Baca juga: Kerajinan kulit buaya jadi pilihan suvenir unik kontingen PON XX Papua
Baca juga: Tas kulit buaya papua paling laku
Baca juga: Kemenperin tingkatkan nilai tambah kulit buaya jadi barang kerajinan

 

Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021