Jambi (ANTARA) - Hutan Lindung Gambut (HLG) Sungai Buluh Kecamatan Mendahara Ulu, Kabupaten Tanjungjabung Timur bisa disebut sebagai satu–satunya hutan lindung gambut yang masih utuh di Provinsi Jambi.

HLG yang menjadi tempat sebagai cadangan karbon yang besar memiliki fungsi untuk mencegah perubahan iklim, bencana alam hingga menjadi penunjang perekonomian bagi masyarakat yang berada di sekitarnya.

Dengan luas 17.476 ha, HLG Sungai Buluh, kini menghadapi tekanan yang kuat. Karena masih memiliki tutupan hutan serta tegakan kayu yang masih rapat, membuat HLG Sungai Buluh rentan terhadap perambahan atau pembalakan liar dan kebakaran hutan yang membuat cadangan karbon tersebut lepas ke udara.

"Sehingga penting untuk dilakukan upaya perlindungan serta pengelolaan agar HLG Sungai Buluh dapat bertahan sekaligus menjaga cadangan karbon,"kata Koordinator Program KKI Warsi, Ade Candra.

Untuk mengelola hutan lindung ini perlu adanya kesadaran bersama dan dilakukan secara kolaborasi. Untuk itu, pada Selasa 5 Oktober lalu, KKI Warsi bersama Pemerintah Daerah (Pemda) Tanjungjabung Timur mengadakan diskusi grup pengelolaan dan perlindungan lanskap Hutan Lindung Gambut Sungai Buluh di ruang pola kantor bupati Tanjung Jabung Timur.

Hadir untuk mendiskusikan dan mencari solusi menjaga karbon di HLG itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretarian Daerah (Setda) Tanjungjabung Timur, Staff Ahli Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dibawah Pemda kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, serta pihak–pihak swasta seperti PT Wira Karyasakti dan PetroChina yang memiliki wilayah kerja di sekitar HLG Sungai Buluh.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Tanjungjabung Timur, Agus Sadikin mengatakan bahwa sudah banyak inisiatif yang dilakukan terkait dengan kegiatan yang dilakukan didua HLG yang ada di Tanjabtim, yaitu ada di HLG Londerang dan HLG Sungai Buluh.

Salah satunya waktu itu dilakukan penyerahan alat pembuat piring pelepah pinang. Masih banyak hal–hal yang harus dipenuhi dalam rangka perhutanan sosial, melalui warsi yang melakukan pendampingan bisa memfasilitasi masyarakat, kata Agus.

Dia juga mengharapkan bahwa diskusi ini dapat memunculkan inisiatif terkait dengan hal apa yang akan dilaksanakan bersama melalui pendampingan yang akan dilaksanakan. Selain itu terkait dengan produk produk yang ada di sekitar HLG sungai buluh itu patut kita dorong terkait dengan keberlanjutan dari produk bagi warga sekitar hutan desa itu.

Sementara itu Koordinator Program KKI Warsi, Ade Candra juga mengatakan, dalam paparannya penting dilakukannya upaya bersama untuk perlindungan HLG Sungai Buluh. HLG Sungai Buluh ini merupakan satu–satunya hutan lindung gambut yang memiliki tutupan hutan yang masih baik.

Agar masyarakat bisa mengelola setelah pemerintah telah memberikan aksesnya untuk mengelolanya, kita mendorong supaya masyarakat juga bisa mengelola hutan baik di hutan lindung dan produksi sebagaimana kita ketahui masyarakat banyak yang bergantung kepada hutan.

Di sekitar HLG Sungai Buluh, sebenarnya terdapat tiga desa yang telah memiliki persetujuan perhutanan sosial terdapat di kawasan tersebut, yaitu Hutan Desa Pematang Rahim dengan luas 1.185 Ha, Hutan Desa Sinar Wajo dengan luas 5.500 Ha, dan Hutan Desa Sungai Beras dengan luas 2.200 Ha.

"Maka dari itu perlu upaya perlindungan serta pengelolaan hutan secara lestari untuk dilakukan oleh para pihak," kata Ade Candra.

Kemudian saat ini masih ada risiko kebakaran Sungai Buluh bisa terjadi dengan situasi iklim yang saat ini, kemudian kebutuhan akan lahan masih tinggi, peluang untuk rehabilitasi lahan bekas terbakar dengan pola agroforestry seluas kurang lebih 1.000 ha.

Selain itu sudah ada akses kelola masyarakat melalui skema perhutanan sosial, sudah ada perhatian dari para pihak terkait dengan perlindungan dan pengelolaan gambut berkelanjutan di lanskap Sungai Buluh.

"Peluang kolaborasi para pihak yang berkegiatan dilandskap sungai buluh untuk meningkatkan koordinasi dan sinergitas program perlindungan dan pengelolaan gambut berkelanjutan, sehingga hal tersebut dapat dilakukan bersama para pihak agar dapat mendorong perlindungan dan pengelolaan HLG Sungai Buluh,” tambah Ade.

Sebenarnya telah banyak inisiatif yang dilakukan oleh masyarakat, namun masih perlu dukungan dari para pihak agar dapat dilakukan secara berkelanjutan. Misalnya saja seperti yang terdapat di Desa Pematang Rahim yang telah memiliki ekowisata gambut.

Baca juga: Pengelola hutan adat Jambi terima SK Presiden

Baca juga: KKI Warsi: Sepanjang 2017-2019 deforestasi Sumbar capai 23.352 hektare


Wisata gambut

Kepala Desa Pematang Rahim, M Dong mengatakan bahwa pemerintah Desa Pematang Rahim sangat mendukung aktivitas perhutanan sosial yang ada di desa mereka.

“Ekowisata pematang Rahim sudah berjalan empat tahun sejak adanya SK yang diterbitkan, namun kami terkendala terkait pengetahuan dengan wisata ini, saya bertekad untuk membenahi wisata ini lewat Pokdarwis sudah terbentuk dan kami ingin membuka wisata gambut,” katanya.

Hal senada juga dikatakan Kepala Desa Sungai Beras, Gustiar yang telah mendukung kegiatan perhutanan sosial yang ada di desa mereka dan pihaknya melakukan gebrakan dengan anggaran dana desa untuk dialokasikan pada perhutanan sosial, Alhamdulillah dibantu oleh Warsi.

"Saat ini sudah ada 25 kolam ikan dan sudah panen sebanyak tiga kolam dan saya punya asumsi ke depan bagaimana masyarakat desa kami arahkan pola pikirnya untuk hal lain yang bisa menghasilkan uang dengan mereka menjaga hutannya," kata Gustiar.

Selain itu sedang dilakukan melalui dana desa pembibitan Kopi Liberika dan Pinang melalui kelompok tani untuk menanam pada areal bekas terbakar di areal hutan desa.

Inisiatif serta pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat memerlukan dukungan dari para pihak sehingga diperlukan tindak lanjut dan rencana bersama untuk mendukung masyarakat serta perlindungan di HLG Sungai Buluh.

Sementara itu Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan (PMD) Tanjungjabung Timur, Berlian juga mengatakan, turut mendukung upaya yang telah diinsiasi oleh Warsi.

"Pada dasarnya kami berterima kasih pada pihak warsi yang memiliki niat yang baik untuk menjaga hutan kita yang mana artinya perlu 'power' dari pemerintah sehingga perlu ada rekomendasi atau intervensi sehingga hutan terkelola secara baik dan masyarakat diberdayakan," katanya.

Jadi tentunya kita perlu memfasilitasi dalam hal konsep dan rencana dan yang diperkuat dalam aturan atau putusan dari pemerintah daerah, kata Berlian.

Namun memang dalam hal kegiatan ke depannya, diperlukan 'alas hukum' terkait dengan rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh para pihak.

Hal ini disampaikan oleh Fran Supriadi selaku Kepala Bagian Pemerintahan Setda Tanjung Jabung Timur yang menyaran untuk kegiatan ke depan ini kita buat MoU dan nanti di bawahnya akan kita lakukan MoA, begitu juga dengan pihak–pihak swasta dan perusahaan sehingga dapat kita buat konsep kerjasama apa yang akan kita lakukan.

Diskusi grup ini diakhiri dengan kesepakatan pembuatan MoU antara KKI Warsi dengan Pemerintah Kabupaten Tanjungjabung Timur terkait dengan upaya yang akan dilakukan di areal HLG Sungai Buluh.

"Terima kasih atas masukan serta tanggapan dari semua pihak, dalam waktu dekat kita akan berkoordinasi kepada semua pihak baik itu pemerintah atau swasta untuk menindaklanjuti MoU dengan Pemerintah Kabupaten Tanjungjabung Timur sehingga upaya pengelolaan HLG Sungai Buluh ini dapat dilakukan dengan baik serta masyarakat yang berada di sekitarnya dapat sejahtera," kata Ade Candra.

Baca juga: WWF pasang alat pendeteksi kebakaran di Jambi

Baca juga: WWF Indonesia siapkan 70 sekat kanal di Jambi

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021