Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah memberikan bantuan berupa alat-alat kesehatan senilai 1,1 juta dolar AS (sekitar Rp15,7 miliar) ke Myanmar, yang dilanda krisis akibat kudeta oleh militer dan diperparah dengan pandemi COVID-19.

Bantuan tersebut disalurkan oleh AHA Centre sebagai koordinator dukungan kemanusiaan di bawah ASEAN kepada Palang Merah Myanmar (Myanmar Red Cross Society/MRSC).

“MRSC telah mendistribusikan oksigen kepada empat rumah sakit pada September, dan (menyalurkan) berbagai alat kesehatan ke lima rumah sakit,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi ketika menyampaikan pernyataan pers secara virtual usai pertemuan para menlu ASEAN, Senin.

Berdasarkan laporan Sekretaris Jenderal ASEAN, Sekretariat ASEAN dan AHA Centre juga sedang bekerja sama dengan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, terutama UNICEF dan UNOCHA, untuk menjajaki kemungkinan pelaksanaan program vaksinasi COVID-19 bagi masyarakat Myanmar.

Sebelumnya, PBB mendesak masyarakat internasional untuk membantu mencegah memburuknya konflik dan situasi HAM di Myanmar, di bawah pemerintahan militer.

“Masyarakat internasional harus menggandakan upaya untuk memulihkan demokrasi dan mencegah konflik yang lebih luas sebelum terlambat,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Michelle Bachelet.

Baca juga: Militer Myanmar tidak tanggapi positif upaya utusan khusus ASEAN

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih pada 1 Februari 2021. Kudeta itu memicu kemarahan di dalam dan luar negeri terhadap militer yang kembali berkuasa.

Lebih dari 1.120 orang tewas sejak kudeta, menurut penghitungan PBB.

Banyak korban berjatuhan selama tindakan keras oleh pasukan keamanan terhadap pemogokan dan protes prodemokrasi. Ribuan orang ditangkap.

Pasukan perlawanan bersenjata telah terbentuk di berbagai daerah. Mereka bentrok dengan militer hingga mendorong ribuan orang melarikan diri, termasuk ke negara tetangga, India, dalam beberapa hari terakhir.

Bachelet mengatakan pasukan telah menggunakan senjata, yang dimaksudkan untuk konflik militer,  terhadap warga sipil dan melakukan "serangan udara dan serangan artileri tanpa pandang bulu".

Bachelet juga mengatakan Myanmar telah gagal memenuhi kesepakatannya dengan ASEAN untuk menghentikan kekerasan dan memulai dialog.

"Ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan langkah-langkah akuntabilitas yang kuat. Ini juga terus berjalan meskipun ada komitmen yang telah dibuat dengan para pemimpin ASEAN," kata dia.


Baca juga: Indonesia sumbang alat kesehatan untuk Myanmar

Baca juga: Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar belum bisa bertugas


 

Menlu: Pandemi perkuat hubungan antarnegara ASEAN

 

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021