Bengkulu (ANTARA) - Tiga warga Kelurahan Teluk Sepang Kota Bengkulu penggugat izin lingkungan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara Teluk Sepang, Senin siang, mendatangi Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung RI.

Ketua Tim Advokasi Langit Biru (TALB) yang merupakan kuasa hukum penggugat, Saman Lating, menyatakan PK dilakukan dengan alasan bahwa hakim telah khilaf dan keliru dalam keputusan menolak gugatan warga baik dari tingkat pertama, banding maupun kasasi.

"Kekhilafan hakim yang kita dalilkan dalam memori PK ini yaitu hakim tidak melihat para penggugat adalah korban yang memiliki legal standing karena mereka korban secara nyata," kata Lating di PTUN Bengkulu, mewakili penggugat, yakni Harianto, Jalaluddin dan Abdu Rosyid, Senin.

Ia mengatakan putusan hakim pada tingkat pertama, banding dan kasasi menyatakan bahwa gugatan yang diajukan warga kelurahan Teluk Sepang Kota Bengkulu tidak memilik hak untuk menggugat dengan alasan belum ada dampak yang diterima penggugat serta dokumen AMDAL telah memiliki tindakan antisipatif guna mengatasi semua dampak akibat beroperasinya PLTU batubara.

Baca juga: BKSDA belum tahu sebab kematian penyu di dekat PLTU Bengkulu

Baca juga: Seorang pekerja PLTU Bengkulu tewas tergilas mesin


Namun, faktanya pada saat pemantauan yang dilakukan oleh Kanopi Hijau Indonesia, lembaga yang fokus pada isu lingkungan menemukan adanya ketidakpatuhan perusahaan terhadap AMDAL berupa pengangkutan batu bara yang seharusnya dilakukan lewat laut, namun faktanya menggunakan jalan negara serta adanya warga yang tersengat aliran listrik dari kabel SUTT.

Selain itu juga ditemukan bahwa PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) secara sengaja membuang limbah abu bawah ke lokasi pembuangan tanpa adanya pagar pembatas sehingga berpotensi mencemari lingkungan. Dari semua fakta itu, respon para pemangku lamban dan terkesan melakukan pembiaran.

Selain itu dalam putusannya, kata Lating, hakim mengatakan jika para penggugat tidak memiliki hak gugat atau legal standing, padahal Jalaludin dan Harianto adalah penggugat yang terkena dampak akibat pemasangan jalur Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).

"Harapan kami majelis hakim tingkat PK dapat melihat sisi hukum dengan adil. Artinya, majelis hakim menggunakan unsur kehati-hatian sebab itu menjadi unsur yang paling penting dalam penegakan hukum lingkungan," kata Lating.

Salah satu penggugat, Harianto menjelaskan bahwa pihaknya kembali mengajukan PK sebab sebagai masyarakat Teluk Sepang yang paling dekat dengan PLTU menjadi warga yang paling terdampak dengan hal-hal yang merugikan masyarakat seperti polusi.

"Apalagi sekarang kami dihantui oleh ketakutan seperti kemarin ada warga yang kesetrum yang rumahnya dibawa SUTT," katanya.

Pihaknya mengajukan PK sebab memikirkan masa depan, perekonomian dan kenyamanan sebagai warga negara Indonesia serta anak cucu.*

Baca juga: Aktivis : selamatkan terumbu karang dari limbah PLTU batu bara

Baca juga: Tuntut ganti rugi, petani menginap di PLTU Bengkulu

Pewarta: Helti Marini S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021