Wellington (ANTARA) - Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern pada Sabtu berjanji memperketat undang-undang kontra-terorisme bulan ini setelah seorang gerilyawan berpisau yang tengah diawasi pihak berwenang menikam dan melukai tujuh orang di sebuah toko swalayan.

Polisi menembak mati penyerang berusia 32 tahun itu. Dia seorang warga negara Sri Lanka yang telah dihukum dan dipenjarakan selama sekitar tiga tahun sebelum dibebaskan pada Juli, beberapa saat setelah dia melancarkan aksi penusukannya pada Jumat (3/9).

Ardern mengatakan sebelumnya pria itu terinspirasi oleh kelompok militan ISIS dan dipantau terus-menerus tetapi tidak dapat dipenjara lebih lama berdasarkan hukum.

"Saya berkomitmen, bahwa segera setelah Parlemen dilanjutkan, kami akan menyelesaikan pekerjaan itu - yaitu meloloskan undang-undang tersebut sesegera mungkin, dan paling lambat akhir bulan ini," kata Ardern dalam konferensi pers.

RUU Kontra Teror memidanakan perencanaan dan persiapan yang mungkin mengarah pada serangan teror, menutup apa yang dikatakan para kritikus sebagai celah yang memungkinkan komplotan untuk tetap bebas.

Tetapi Ardern mengatakan tidak adil untuk berasumsi bahwa undang-undang yang lebih ketat akan melahirkan perubahan dalam kasus ini.

"Ini adalah individu yang sangat termotivasi yang menggunakan kunjungan toko swalayan sebagai perisai untuk serangan. Itu adalah situasi yang sangat sulit," katanya.

Ardern mengatakan penyerang menjadi perhatian polisi pada 2016 karena dukungannya terhadap ideologi kekerasan yang diilhami oleh ISIS.

Polisi mengikuti pria itu ketika dia pergi ke toko swalayan Countdown di mal New Lynn di Auckland. Mereka mengatakan mereka mengira dia pergi berbelanja, tetapi dia mengambil pisau dari pajangan dan mulai menikam orang.

Polisi mengatakan mereka menembaknya dalam satu menit sejak awal serangan.

Baca juga: Seorang "ekstremis" dibunuh polisi di Selandia Baru, terinspirasi ISIS

Mencari keburukan

Ardern mengatakan pria itu tiba di Selandia Baru pada 2011 dengan visa pelajar dan tidak diketahui memiliki pandangan ekstrem.

Dia menjadi perhatian polisi pada 2016 setelah dia menyatakan simpati di Facebook atas serangan militan, video kekerasan terkait perang, dan komentar yang mendukung ekstremisme kekerasan.

Pada Mei 2017, dia ditangkap di bandara Auckland di mana pihak berwenang yakin dia bepergian ke Suriah. Dia didakwa setelah publikasi terbatas dan pisau berburu ditemukan di rumahnya tetapi dibebaskan dengan jaminan.

Pada Agustus 2018, dia kembali membeli pisau dan ditangkap serta dipenjara. Dia dikembalikan ke tengah masyarakat pada Juli tahun ini ketika pengawasan terhadapnya dimulai, kata Ardern.

Ardern diberi pengarahan tentang kasus ini pada akhir Juli dan juga pada akhir Agustus. Para pejabat, termasuk komisaris polisi, membuka kemungkinan untuk mempercepat amandemen undang-undang kontra-terorisme.

Ardern mengatakan dia ingin menjelaskan mengapa penyerang itu tidak dideportasi tetapi tidak bisa (menjelaskan) karena hal itu akan melanggar perintah pengadilan, yang juga mencegahnya untuk mengidentifikasi, katanya.

Tapi dia mengatakan tidak berniat menyebut namanya.

"Tidak ada teroris, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, yang pantas namanya disebutkan karena keburukan yang mereka cari," katanya.

Kelompok toko swalayan Selandia Baru Countdown mengatakan pada Sabtu bahwa mereka telah mengeluarkan pisau dan gunting dari raknya sambil mempertimbangkan apakah akan terus menjualnya.

"Kami ingin semua tim kami merasa aman ketika mereka datang untuk bekerja," Kiri Hannifin, manajer umum keselamatan Countdown mengatakan dalam sebuah pernyataan media.

Jaringan toko swalayan lain juga telah mengeluarkan pisau tajam dari rak mereka, lapor media.

Sumber: Reuters

Baca juga: Selandia Baru catat kematian pertama akibat varian Delta
Baca juga: Selandia Baru capai keberhasilan dalam mengekang varian Delta

 

Penerjemah: Mulyo Sunyoto
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021