Keberhasilan itu bisa dicapai karena aturan yang menyeluruh
Jakarta (ANTARA) - Keamanan Olimpiade Tokyo 2020 sempat diragukan karena kedatangan ribuan pejabat, media, dan atlet ke Tokyo diperkirakan dapat meningkatkan potensi penularan virus, memunculkan varian baru, dan membebani sistem medis di Jepang.

Namun keraguan tersebut terjawab dan Tokyo 2020 diklaim tidak menyebabkan lonjakan infeksi ketika jumlah kasus COVID-19 di Olimpiade justru menunjukkan sebaliknya menjelang penutupan Olimpiade pada Minggu (8/8).

Meski menghadirkan lebih dari 50.000 orang—yang mungkin merupakan jumlah terbesar dalam suatu kegiatan sejak pandemi— sejumlah pakar mengatakan bahwa kasus infeksi COVID-19 di Olimpiade bisa terkendali sehingga tidak mengancam keberlangsungan pesta olahraga empat tahunan itu.

Baca juga: Peraih medali Olimpiade ungkap tantangan berlaga di tengah pandemi

“Sebelum Olimpiade, saya berpikir orang yang datang ke Jepang akan memunculkan virus varian baru, dan Tokyo akan menjadi tempat berkumpulnya semua jenis virus dan beberapa varian baru juga akan muncul di Tokyo,” kata peneliti senior di Universitas Tokyo, Kei Sato, seperti dikutip Reuters, Sabtu.

“Tapi tidak ada peluang virus untuk bermutasi.”

Panitia Penyelenggara Tokyo (TOCOG) mengatakan bahwa tingkat vaksinasi yang mencapai lebih dari 70 persen di antara para Olympian, panitia, dan pekerja media membantu meminimalisir penularan virus di Olimpiade. Itu didukung dengan tes uji COVID-19 harian, aturan jarak sosial, dan absennya penonton dari luar negeri maupun lokal.

Penasihat utama gelembung Olimpiade Brian McCloskey mengatakan dia tidak akan menyebut ke satu langkah spesifik yang bekerja paling efektif dalam menekan jumlah infeksi COVID-19.

“Keberhasilan itu bisa dicapai karena aturan yang menyeluruh. Itu merupakan paket yang bekerja paling efektif dan saya kira ini akan menjadi pesan dari pelaksanaan Olimpiade. Namun ini juga tidak lepas dari peran vaksinasi,” kata McCloskey.

Penyelenggara melaporkan bahwa sejak 1 Juli setidaknya ada 404 kasus COVID-19 yang berkaitan dengan Olimpiade Tokyo. Jumlah tersebut merupakan hasil dari 600.000 tes skrining dengan tingkat infeksi 0,02 persen.

Baca juga: Yunani menarik tim renang artistik setelah terpapar COVID-19

Situasi di dalam gelembung sangat jauh berbeda dengan di luar ketika lonjakan infeksi yang dipicu varian Delta mencapai rekor harian dan untuk pertama kalinya bisa menembus angka lebih dari 5.000 kasus di ibu kota Jepang dan mengancam dapat membebani rumah sakit di Tokyo.

Sementara itu, menurut McCloskey, tidak ada kasus COVID-19 yang serius di perkampungan atlet yang menjadi tempat tinggal bagi lebih dari 10.000 atlet Olimpiade.

Namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan. Dia mengatakan keyakinan para pakar menyebutkan infeksi di antara para pendatang asing di gelembung itu dibawa masuk ke Jepang, bukan menyebar secara lokal atau saat mereka sudah tiba di negara tersebut.

Meski demikian, McCloskey sependapat dengan Perdana Menteri Yoshihide Suga yang menyatakan bahwa Olimpiade tidak akan menyebabkan lonjakan infeksi COVID-19 di Tokyo.

“Kami percaya diri untuk mengatakan bahwa tidak ada penyebaran virus antara pendatang asing dan orang lokal,” katanya.

Namun beberapa pakar, seperti profesor kesehatan masyarakat di universitas di Tokyo, Koji Wada, mengatakan terlalu dini untuk menarik kesimpulan terkait dampak langsung Olimpiade terhadap penyebaran virus.

Panitia akan mengumpulkan data kesehatan selama dua pekan Olimpiade, termasuk di dalam perkampungan atlet. Data tersebut akan dianalisis dan dirilis sehingga negara-negara lain dapat menggunakannya dalam membuat perencanaan mitigasi COVID-19, kata McCloskey.

Baca juga: Rekor kasus COVID-19 bayangi Olimpiade Tokyo
Baca juga: Tokyo hadapi lonjakan kasus COVID-19, Olimpiade disorot lagi
Baca juga: COVID-19 meningkat, Tokyo akan tambah tempat tidur rumah sakit


Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2021