Makkah (ANTARA News) - Adam Muhammad Haenudin (40 ) selalu berpenampilkan sederhana dan akrab mengenakan sandal ketimbang sepatu. Namun, lelaki beranak dua itu memiliki kemampuan bergaul luar biasa dan cepat akrab kepada setiap orang yang baru dikenal.

Pria kelahiran Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), tersebut di lingkungan Direktorat Penyelenggara Haji dan Umroh (PHU), khususnya bagi petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), cukup populer.

Di Jakarta pun, khususnya Kementerian Agama, banyak orang mengenal meski Adam sendiri belum pernah menginjakkan kaki di kementerian yang beralamat di Jalan Lapangan Banteng, Jakarta.

Adam menyelesaikan pendidikannya di NTB. Ia berasal dari lingkungan santri, madrasah tsanawiah dan sekolah kejuruan teknik di Mataram. Bermodal bahasa Arab serba minim, ia ikut temannya mengadu nasib ke Makkah.

Awalnya, ia hanya ingin berhaji, namun kemudian ada dorongan dari hati untuk bekerja di Tanah Suci, Makkah.

"Jika tak tahu jalan, maka bertanyalah agar tak nyasar," katanya.

Demikian halnya tentang ketidaktahuannya akan pemahaman Bahasa Arab itu. Ia kerap kali selalu meningkatkan kemampuannya. Banyak bertanya, sehingga kalau pun orang menyebut dirinya pandai, maka langsung dijawab tidak terlalu. Tapi, ia menyebut bisa paham.

Mengapa Adam demikian dikenal di lingkungan perhajian? Ketika hal ini ditanyakan kepada dirinya, Adam justru menolak. {adahal, ia dalam keseharian terlihat pandai bergaul. Terlebih di kalangan para ibu dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.

Suami dari Misnah, istrinya yang kini tinggal di NTB, mengaku bahwa bergaul dengan siapa pun sangat penting. Ia mengaku tak merasa kesepian berada di tanah suci seorang diri, dan menyatakan bahwa tak akan menikah atau kawin lagi.

Ketika kesibukan berkurang, Adam menyempatkan diri pulang kampung dan menengok dua anaknya: yang besar sudah kuliah dan kecil masih duduk di bangku sekolah dasar.

Ia menjelaskan, jika ingin mencari nafkah harus fokus. Hidup prihatin harus dilakoni dan jika menjalani hidup "macam-macam", maka tak akan membawa keberkahan. Itulah sebabnya ia berpegang teguh pada nasihat dubes Maftuh Basyuni yang mengangkatnya sebagai tenaga honor di lingkungan staf Tekhnis Urusan Haji (TUH) Jeddah.

"Saya menjadi pegawai, ketika Pak Maftuh menjadi Dubes di sini," kenang Adam. Pak Maftuh yang disebutnya adalah M. Maftuh Basyuni, mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi, dan menjadi Menteri Agama periode 2004-2009.

Ketika diangkat, ia ingat betul pesan Pak Maftuh untuk ikhlas melayani. "Saya merasa dekat betul dengan beliau. Saya berharap pada musim haji sekali ini Pak Maftuh dapat pergi haji," katanya.

Melayani semua orang secara baik adalah pemahaman Adam. Setiap orang yang datang ke Makkah, apakah pejabat Kementerian Agama atau bukan, dilayaninya secara baik. Mereka yang datang ke Makkah adalah tamu Allah.

"Saya memberikan pelayanan optimal kepada tamu Allah, terutama ketika berhaji. Saya sendiri ketika memberi pelayanan kadang tak sempat berhaji," katanya.

Semua itu dilakukan untuk memberikan dan memuaskan semua tamu Allah.

Adam menjelaskan, kepercayaan yang diberikan Kementerian Agama sebagai penjaga, pengawas dan beberapa tugas lainnya harus dijalankan dengan penuh ikhlas. Ikhlas dan sabar harus ditempa, sehingga semua orang akan senang menerima pelayanan yang diberikan.

Tugasnya sebagai penjaga dan seluruh aktivitas rumah tangga di Wisma Haji I dan II yang dipercayakan kepadanya dijalani dengan serius dan penuh tanggung jawab.

Wisma Haji Indonesia I berada di Jalan Aziziah Janubiah dan Wisma Haji Indonesia II berada di Aziziah Samaliah. Pada 2009 Wisma Haji I dipindah ke Syshah, dan Adam tetap diberi tanggung jawab untuk mengawasi seluruh properti yang ada di dalamnya.

Adam mengaku senang bahwa pelayanan yang diberikan kepada banyak orang tak menimbulkan kekecewaan. Pelayanan yang diberikan memang terkadang di luar bidang tugas sehari-hari, namun bisa dilakoni.

Ia bisa bekerja sebagai supir, melayani pejabat Kementerian Agama hingga lapisan bawah.

Adam pun mengerti tentang bangunan. Karena itu ia ikut merapikan Wisma Haji II yang kini dalam kondisi masih baru. Wisma tersebut baru setahun digunakan sebagai Kantor Missi Haji Indonesia di Mekkah.

Ia juga bisa mengerjakan bidang kelistrikan. Ia pun dilibatkan membuat studio mini Media Center Haji (MCH) Makkah. Untuk tugas yang satu itu pulalah ia mempertaruhkan nama baiknya bahwa studio mini harus selesai tepat waktu.

Studio mini tersebut akan digunakan untuk siaran langsung televisi maupun radio dari Makkah ke Tanah Air, khususnya yang terkait dengan pelayanan ibadah haji 1431 H dan seluruh aktivitas haji Indonesia pada saat puncak haji mendatang.

Adam mempertaruhkan semua itu. Keharuman nama Adam Muhammad Haenudin paling tidak telah menjadi bagian dari bunga sejarah perhajian Indonesia.
(T.E001/A011/P003)

Oleh Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010