Dengan begitu banyak optimisme yang tertanam, tampaknya bagi kami bahwa dorongan dari perkiraan laba yang meningkat, ...
Sydney (ANTARA) - Saham-saham Asia berjuang untuk reli pada awal perdagangan Senin pagi, ketika laporan laba perusahaan-perusahaan AS yang sangat kuat menyedot dana-dana dari pasar negara berkembang dan masuk ke Wall Street.

Lebih dari sepertiga dari S&P 500 akan melaporkan hasil kuartalan minggu ini, dipimpin oleh Facebook Inc, Tesla Inc, Apple Inc, Alphabet Inc, Microsoft Corp dan Amazon.com.

Dengan lebih dari seperlima dari S&P 500 telah melaporkan kinerja keuangan mereka, 88 persen perusahaan telah mengalahkan konsensus ekspektasi para analis. Itulah alasan utama pengelola uang global telah menggelontorkan lebih dari 900 miliar dolar AS ke dalam dana-dana AS pada paruh pertama tahun ini.

Baca juga: Saham Asia terus merugi tertekan ketakutan virus baru dan inflasi

Oliver Jones, seorang ekonom pasar senior di Capital Economics, mencatat laba perusahaan-perusahaan AS diproyeksikan sekitar 50 lebih tinggi pada 2023 daripada di tahun sebelum pandemi, jauh lebih banyak daripada yang diperkirakan di sebagian besar ekonomi utama lainnya.

"Dengan begitu banyak optimisme yang tertanam, tampaknya bagi kami bahwa dorongan dari perkiraan laba yang meningkat, yang memberikan begitu banyak dukungan ke pasar saham selama setahun terakhir, akan memudar," dia memperingatkan.

Indeks berjangka Nasdaq naik 0,1 persen di awal perdagangan, sementara indeks berjangka S&P 500 tetap stabil.

Saat dana-dana berbondong-bondong ke Wall Street, pasar Asia sebagian besar telah dikesampingkan. Indeks MSCI dari saham-saham Asia Pasifik di luar Jepang telah mengalami tren bergerak menyamping sejak Maret dan naik hanya sebagian kecil pada Senin.

Baca juga: Wall Street raih rekor penutupan tertinggi, indeks Dow naik 238 poin

Indeks acuan Nikkei Jepang melambung 1,6 persen di awal perdagangan, tetapi itu turun dari level terendah tujuh bulan. Korea Selatan telah bernasib agak lebih baik berkat permintaan saham teknologi tetapi sedikit berubah pada Senin.

Minggu ini juga dikemas dengan data AS yang seharusnya menggarisbawahi kinerja ekonomi yang lebih baik. Produk domestik bruto kuartal kedua diperkirakan menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 8,6 persen, sementara ukuran inflasi inti yang disukai Fed terlihat naik 3,7 persen secara tahunan pada Juni.

Federal Reserve akan bertemu pada Rabu (28/7/2021) dan, sementara tidak ada perubahan dalam kebijakan yang diharapkan, Ketua Jerome Powell kemungkinan akan ditekan untuk mengklarifikasi seperti apa "kemajuan lebih lanjut yang substansial" pada lapangan pekerjaan.

“Pesan utama dari konferensi pers pasca-pertemuan Ketua Fed Powell harus konsisten dengan kesaksiannya di depan Kongres pada pertengahan Juli ketika dia mengisyaratkan tidak terburu-buru untuk melakukan tapering (pengurangan pembeliam obligasi),” kata ekonom NatWest Markets, Kevin Cummins.

“Namun, dia akan dengan jelas mengingatkan pelaku pasar bahwa hitung mundur tapering telah resmi dimulai.”

Baca juga: BI catat modal asing masuk Rp2,45 triliun pekan keempat Juli 2021

Sejauh ini, pasar obligasi sangat tidak terganggu oleh prospek tapering dengan imbal hasil obligasi 10-tahun AS telah jatuh selama empat minggu berturut-turut menjadi 1,28 persen.

Penurunan imbal hasil tersebut tidak banyak melemahkan dolar, sebagian karena imbal hasil Eropa telah jatuh lebih jauh di tengah ekspektasi berlanjutnya pembelian obligasi besar-besaran dari Bank Sentral Eropa.

Mata uang tunggal telah cenderung lebih rendah sejak Juni dan menyentuh terendah empat bulan di 1,1750 dolar AS minggu lalu. Euro terakhir di 1,1770 dolar AS dan tampak berisiko menguji terendah 2021 di 1,1702 dolar AS.

Dolar juga telah naik tipis terhadap yen mencapai 110,57 yen, tetapi masih jauh dari puncaknya baru-baru ini di 111,62 yen. Penurunan euro telah mengangkat indeks dolar ke 92,891, jauh dari terendah Mei di 89,533.

Kenaikan dolar telah mengimbangi penurunan imbal hasil obligasi yang membuat emas terikat di kisaran 1.800 dolar AS per ounce.

Harga minyak bernasib lebih baik di tengah spekulasi permintaan akan tetap kuat karena ekonomi global secara bertahap dibuka dan pasokan tetap ketat.

Brent diperdagangkan 23 sen lebih kuat pada 74,33 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS bertambah 20 sen menjadi diperdagangkan di 72,27 dolar AS.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021