Serapan karet petani ini setidaknya membantu di tengah COVID-19
Sekayu, Sumsel (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, menyerap setidaknya empat ton karet produksi petani setempat untuk bahan pembangunan jalan sejauh 1,9 kilometer di Kecamatan Plakat Tinggi.

Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex di Sekayu, Sumsel, Jumat, mengatakan pembangunan jalan tersebut merupakan wujud komitmen pemerintah menyerap karet petani dalam program aspal karet.

Pembangunan ini menggunakan dana yang bersumber dari APBN yakni melalui pos dana alokasi khusus pada 2021.

Sebelumnya, program serupa sudah direalisasikan di jalan Kecamatan Sungai Lilin dan Kota Sekayu.

"Kini, giliran Kecamatan Plakat Tinggi Muba mulai dari Jalan SP 11 hingga Trans B2," kata Dodi.

Getah karet tersebut diperoleh dari Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) yang kemudian melakukan pengolahan di workshop pabrik aspal karet untuk diubah menjadi lateks.

Dari empat ton lateks terpravulkanisasi itu, dihasilkan 58 ton aspal karet. Lalu, aspal karet itu dicampur agregat sehingga eratnya menjadi 900 ton.

Bukan hanya Kecamatan Plakat Tinggi, pemkab juga akan membangun jalan berbasis aspal karet ini Kecamatan Lais, Seratus Lapan, dan Talang Siku.

"Adanya serapan karet petani ini setidaknya membantu di tengah COVID-19," kata Dodi.

Plt Kepala Dinas Perkebunan Muba Akhmad Toyibir harga pembelian UPPB untuk karet lateks saat ini senilai Rp19.000-Rp20.000 per kg.

Harga itu jauh lebih tinggi dibandingkan petani menjual karet dalam bentuk bahan olahan karet yang berkisar Rp9.000-Rp10.000 per kg.

Sementara itu, Kepala Bappeda Kabupaten Musi Banyuasin Iskandar mengatakan
pihaknya bertekad merealisasikan hilirisasi komoditas ini karena hampir 80 persen penduduknya menggantungkan hidup pada sektor ini.

Berdasarkan data pemkab, luas perkebunan karet rakyat mencapai 459.032 hektare, perusahaan 7.361 hektare, sementara perkebunan kelapa sawit rakyat 141.192 hektare dan perusahaan 302.279 hektare.

Namun, untuk mewujudkannya bukan perkara mudah karena adanya keterbatasan infrastruktur dan budaya petani karet setempat yang terbiasa membuat bahan olahan karet (bokar).

Selama ini, mereka terbiasa membuat bokar, yakni mengumpulkan getah dengan cara menyadap, kemudian dikeringkan selama tiga pekan untuk mendapatkan bokar dengan tingkat kekeringan 60 persen.

Kini, mereka dituntut memproduksi lateks sehingga mengharuskan petani menyadap getah di pagi hari dan memastikan getah itu bersih (tanpa bercampur kotoran).

Hal ini penting karena agar proses di mesin dapat cepat dilakukan yakni proses pemisahan airnya, lebih kurang hanya satu hari.

"Ini yang terus kami edukasikan ke petani dan sejauh ini sudah ada 200 petani yang beralih membuat lateks," katanya.

Baca juga: Sumsel dorong hilirisasi karet, siapkan dua produk unggulan
Baca juga: Musi Banyuasin mulai operasikan pabrik aspal karet
Baca juga: Menteri PUPR tegaskan pembelian karet untuk aspal langsung dari petani

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021