Chicago (ANTARA) - Harga emas tergelincir pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), memperpanjang kerugian untuk hari kedua berturut-turut terseret oleh menguatnya dolar, namun penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS ke level terendah sejak Februari menahan kemerosotan emas lebih lanjut.

Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Agustus di divisi Comex New York Exchange, merosot 5,8 dolar AS atau 0,32 persen, menjadi ditutup pada 1.809,20 dolar AS per ounce. Akhir pekan lalu, Jumat (16/7/2021), emas berjangka juga jatuh 14 dolar AS atau 0,77 persen menjadi 1.815 dolar AS.

Emas berjangka menguat 4,0 dolar AS atau 0,22 persen menjadi 1.829 dolar AS pada Kamis (15/7/2021), setelah melonjak 15,1 dolar AS atau 0,83 persen menjadi 1.825 dolar AS pada Rabu (14/7/2021), dan terangkat 4,0 dolar AS atau 0,22 persen menjadi 1.809,90 dolar AS pada Selasa (13/7/2021).

"Emas terjebak dalam tarik ulur antara kenaikan dolar yang membebani logam mulia dan penurunan selera risiko, yang mendukung harganya," kata Ricardo Evangelista, analis senior di ActivTrades.

Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya mencapai level tertinggi dalam lebih dari tiga bulan, membuat emas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, dan melawan penurunan tajam dalam hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang dijadikan acuan.

Jeffrey Christian, Managing Partner di CPM Group, juga mengaitkan penurunan emas baru-baru ini dengan pelemahan musiman dalam permintaan investasi dan perhiasan.

"Banyak investor melihat emas dan mengatakan emas melonjak ke rekor tertinggi pada awal Agustus tahun lalu dan belum mendekati kembali ke level tertinggi sejak itu, jadi ada apa yang kami sebut stale bull liquidation (penjualan posisi jangka panjang karena kecewa ketika harga tidak sesuai dengan harapannya)."

Emas mungkin telah dipromosikan secara berlebihan sebagai lindung nilai inflasi baru-baru ini, menurut analis pasar.

Sentimen di pasar yang lebih berisiko dihancurkan oleh ketakutan investor atas lonjakan tanpa henti dalam kasus virus corona, yang memaksa banyak negara Asia untuk memberlakukan penguncian, dan meningkatnya tekanan inflasi.

Mencerminkan sentimen, kepemilikan exchange traded fund (ETF - reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa efek) yang didukung emas, SPDR Gold Trust New York turun ke level terendah dua bulan pada Jumat (16/7/2021).

"Stagflasi bisa menjadi elemen yang sangat menarik jika kita terus melihat pertumbuhan ekonomi yang melambat ditambah dengan beberapa ketakutan inflasi," kata Jim Wyckoff, analis senior Kitco Metals.

"Secara teoritis, stagflasi seharusnya menjadi bullish untuk emas karena Anda mengalami kenaikan inflasi, yang menunjukkan investor akan melihat aset keras termasuk emas dan pertumbuhan ekonomi yang melambat, yang mungkin dimasukkan ke dalam tawaran safe-haven."

Logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman September turun 65,1 sen atau 2,52 persen, menjadi ditutup pada 25,144 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman Oktober turun 37,1 dolar AS atau 3,35 persen menjadi ditutup pada 1,071,40 dolar AS per ounce.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021