Indonesia termasuk dalam 10 besar daftar negara dengan praktik kawin anak tertinggi di dunia
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat pada tahun 2020 angka dispensasi kawin anak jumlahnya meningkat tiga kali lipat dibandingkan sebelumnya.

"Dispensasi kawin adalah bagian ketika calon pengantin pria dan wanita masih berumur kurang dari 19 tahun, di 2020 ada peningkatan tiga kali lipat," ujar Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA, Rohika dalam bincang media daring dipantau dari Jakarta, Jumat.

Menurut data olahan Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, angka putusan dispensasi kawin anak pada tahun 2020 mencapai angka 63.383, dibandingkan tahun 2019 yakni 23.145.

Rohika mengatakan Indonesia termasuk dalam sepuluh besar daftar negara dengan praktik kawin anak tertinggi di dunia. Oleh karenanya, diperlukan intervensi atas permasalahan tersebut di sejumlah provinsi di Indonesia.

Beberapa hal menjadi tantangan bagi KemenPPPA mencapai target nasional untuk menurunkan angka perkawinan anak hingga 8,74 persen hingga tahun 2024.
Baca juga: Puluhan remaja di Hulu Sungai Tengah minta dispensasi kawin
Baca juga: MA luncurkan Buku Saku Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin


Beberapa diantaranya yakni perilaku risiko remaja Indonesia yang belum memahami dampak dan risiko perkawinan anak. Belum lagi, orang tua hingga tokoh agama maupun adat yang belum memahami hak-hak perlindungan anak.

Selain itu, masyarakat daerah masih menggunakan tafsir agama dan budaya sebagai pembenar praktek perkawinan anak. Ditambah lagi regulasi yang masih perlu peraturan teknis dan belum dapat diimplementasikan secara pasti oleh pemangku kepentingan.

"Pemangku kepentingan belum paham peraturan, masih banyak yang belum tahu dipensasi kawin dan perkawinan anak," ujar dia.

Menurut Rohika, perlu adanya perubahan pola pikir untuk mengubah tradisi kawin anak yang terus-menerus dilegitimasi masyarakat.

Selain itu tantangan yang tak kalah pentingnya adalah upaya pendekatan layanan yang masih dilakukan secara parsial, dan kurang layanan rujukan bagi anak yang mengalami kejadian tersebut.

"Belum banyak layanan penjangkauan anak yang dipaksa atau rentan dinikahkan secara paksa. Komitmen koordinasi layanan menjadi penting dalam hal ini," kata dia.

Menteri PPPA Bintang Puspayoga, dikatakannya, mendapatkan arahan Presiden lima hal yang terus terinternalisasi dan perlu dilakukan bersama untuk menjadi acuan pencegahan perkawinan anak. Hal menjadi salah satu arahan yang sangat penting untuk dilakukan pihaknya, serta pelaksanaan program kerja KemenPPPA sampai 2024.
Baca juga: Legislator nilai Peraturan MA soal dispensasi kawin sudah cukup baik
Baca juga: SAMINDO: Pakai dalil agama untuk promosi kawin anak adalah penyesatan

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021