Ambon (ANTARA News) - Puluhan wartawan dari berbagai media di Ambon yang tergabung dalam Maluku Media Centre, menggelar aksi seribu lilin di depan Mapolda Maluku, Jumat malam, sebagai bentuk solidaritas atas meninggalnya kontributor Sun TV, Ridwan Salamun, saat meliput konflik antarwarga di Tual, 21 Agustus lalu.

Aksi seribu lilin itu juga untuk mengenang tujuh hari meninggalnya Ridwan Salamun.

Puluhan wartawan mengawali aksi seribu lilin itu dengan berjalan kaki dari kantor MMC, di kawasan Air Mata Cina, Kecamatan Nusaniwe kota Ambon, pukul 19.00 WIT dan melewati sejumlah ruas jalan di Ambon menuju Polda Maluku.

Di sepanjang ruas jalan yang dilewati, para jurnalis menyanyikan lagu gugur bunga sebagai simbol keprihatinan yang mendalam atas tewasnya rekan mereka Ridwan Salamun.

Setibanya di Mapolda di kawasan Batu Meja, para jurnalis diterima Kabid Humas Polda Maluku, AKBP Johanis Huwae bersama beberapa perwira lainnya. Mereka kemudian melakukan orasi di ruas jalan depan Mapolda Maluku.

"Ridwan Salamun boleh meninggalkan kita semua, tetapi perjuanganya sebagai jurnalis tetap menjadi semangat bagi kita untuk tetap menyuarakan kepentingan publik," kata mantan Koordinator MMC yang juga wartawan The Jakarta Post, M Aziz Tuny, saat menyampaikan orasi.

Tuny mengatakan, aksi seribu lilin menjadi lambang dan semangat jurnalis di Maluku untuk selalu memberikan sinar kebenaran kepada masyarakat melalui berbagai pemberitaan.

"Ridwan ibarat satu lilin yang mati, tetapi tugas kita harus menjadi seribu lilin yang bernyala untuk terus menyuarakan kebenaran," kata Tuny.

Dalam aksi solidaritas itu, puluhan wartawan, duduk bersilang kaki diatas jalan, dengan memegang sebatang lilin yang menyala di tangan, mereka melakukan hening cipta untuk mengenang arwah Ridwan Salamun.

Koordinator MMC Insany Syahbarwati, dengan suara terbata-bata dan mata yang berair berharap kejadian yang merengut nyawa Ridwan Salamun tidak terulang lagi untuk jurnalis yang lain.

"Kematian almarhum menjadi pelajaran bagi jurnalis di Maluku untuk lebih mawas diri saat melakukan peliputan ditengah-tengah aksi bentrok massa," katanya.

Dia juga meminta aparat Polda Maluku untuk mengusut tuntas kasus tersebut dan menghukum para pelaku pembunuhan Ridwan Salamun dengan ganjaran setimpal.

"Kematian Ridwan adalah sebuah sejarah kelam bagi pers Indonesia dan tanggal 27 Agustus telah ditetapkan sebagai Hari Nasional Anti Kekerasan Terhadap Pers," ujar Insany.

Aksi solidaritas seribu lilin itu berjalan damai dan aman dengan pengawalan puluhan aparat kepolisian.

Ridwan Salamun, tewas dikeroyok saat sedang meliput bentrokan antarwarga Banda Elly dan Dusun Mangun Desa Fiditan, Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara, 21 Agustus lalu.

Korban meninggal karena menderita luka akibat luka sabetan parang dan pukulan benda tumpul di punggung, kepala, pelipis, dahi dan mulut.

Ridwan meninggalkan seorang istri, Ny. Saodah Toisuta (27) serta seorang putra, Muhammad Dzaki Salamun (3). (ANT-184/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010