BEI akan lebih berhati-hati memberikan izin karena perusahaan startup berbeda dengan perusahaan-perusahaan yang sebelumnya telah melantai di pasar modal
Jakarta (ANTARA) - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) berpendapat valuasi bisnis akan menjadi salah satu penentu bagi Bursa Efek Indonesia dalam memberikan izin kepada perusahaan rintisan berbasis teknologi (startup) untuk melepas kepemilikan saham kepada publik (Initial Public Offering/IPO). 

“Agak sulit menentukan valuasi bisnis saat dimasukkan ke dalam laporan keuangan, karena nilai investasinya besar dari investor-investor sebelumnya,” kata Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Tauhid berpendapat BEI akan lebih berhati-hati memberikan izin karena perusahaan startup berbeda dengan perusahaan-perusahaan yang sebelumnya telah melantai di pasar modal.

Selain itu, lanjut Tauhid, BEI juga akan memperhitungkan prospek pertumbuhan startup pasca menawarkan saham perdana ke publik.

“Apakah benar-benar untung atau engga, untuk apa mereka membutuhkan IPO jangan-jangan sebenarnya mereka prospeknya tidak butuh karena sudah cukup pembiayaannya dari luar,” ujar Tauhid.

Tauhid berpendapat, startup membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan untung karena sebelum menjadi IPO, startup melakukan investasi besar-besaran.

“Menurut saya startup ini butuh waktu lima tahun atau lebih karena investasinya besar banget, bakar uangnya banyak banget,” ungkapnya.
Baca juga: BEI dukung perusahaan teknologi dan startup melantai di bursa
Baca juga: GoTo dinilai berpeluang tingkatkan ekonomi digital nasional


Sebelumnya Direktur Utama BEI Inarno Djajadi menyampaikan tiga perusahaan startup telah mengajukan dokumen IPO.

"Sudah masuk filling-nya. Nah ya kita kejarlah semoga tahun 2021 bisa melantai," kata Inarno.

Meski BEI belum mengkonfirmasi tiga nama perusahaan tersebut, pelaku pasar menyebut tiga perusahaan tersebut adalah Gojek, Bukalapak dan Traveloka.

Isu Gojek akan melantai di bursa efek makin gencar usai merger dengan Tokopedia. Menurut perhitungan Bloomberg valuasi gabungan Gojek-Tokopedia akan menghasilkan nilai kapitalisasi pasar senilai 35 miliar dolar AS sampai dengan 40 miliar dolar AS atau kisaran Rp490 triliun - Rp560 triliun dengan kurs Rp14.000 per dolar AS.

Sedangkan rencana IPO Traveloka sudah lama disebut, namun yang paling jelas adalah rencana IPO di bursa Amerika Serikat melalui melalui perusahaan akuisisi bertujuan khusus (special-purpose acquisition companies/SPAC). Menurut CB Insights hingga 2017 lalu Traveloka memiliki valuasi senilai 3 miliar dolar AS.

Tak jauh berbeda, Bukalapak juga dikabarkan akan melakukan IPO melalui SPAC. Bloomberg menyebut Bukalapak dapat bernilai 4 miliar dolar AS hingga 5 miliar dolar AS dalam potensi merger SPAC.
Baca juga: Terkait rencana IPO, BEI intensif lakukan komunikasi dengan unico
rn RI

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021