Jakarta (ANTARA) - Badan Musyawarah Masyarakat (Bamus) Betawi tidak sepakat dengan pernyataan dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta yang mengkritisi kebijakan Gubernur Anies Baswedan terkait melarang ziarah kubur, namun memperbolehkan pariwisata saat perayaan Idul Fitri 1442 Hijriyah dalam kondisi pandemi COVID-19.

Wakil Ketua Umum Bamus Betawi, Rachmat HS, mengatakan pihaknya memahami kebijakan Anies yang melarang ziarah kubur di wilayah DKI Jakarta selama liburan Lebaran 2021 meski ziarah kubur sudah menjadi bagian dari tradisi budaya Betawi saat menyambut Hari Raya Idul Fitri.

"Sebagai pemimpin sektoral di Jakarta, Pak Anies paham betul tentang kecenderungan warga Ibu Kota yang sulit menghindari kerumunan ziarah kubur saat lebaran. Karena mereka bahkan rela berdesak-desakan antre masuk areal pemakaman untuk ziarah, dan ini kan berisiko tinggi menimbulkan kerumunan hingga berpotensi menjadi klaster penularan COVID-19 di Jakarta," kata Rachmat dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu.

Lebih lanjut, Rachmat memandang ritual ziarah kubur di penghujung bulan Ramadhan atau saat lebaran bukan spesifik tentang budaya Betawi tetapi sebagai bagian rangkaian tradisi keagamaan setelah umat Islam berpuasa Ramadhan selama sebulan penuh.

"Ini soal kebiasaan saja, bukan tentang budaya Betawi. Bahwasanya ini tradisi dari ritual lebaran kita, iya. Tapi, menurut saya ini bukan bagian dari budaya Betawi. Seluruh masyarakat Indonesia saya kira juga punya tradisi berziarah yang sama," ucap Rachmat.

Selain itu, Rachmat juga mengaku tidak setuju dengan pernyataan seolah Anies melarang ziarah kubur mengingat kebijakan ini dibuat sebagai upaya dalam konteks perang melawan pandemi COVID-19.

"Jadi, ini bukan melarang orang berziarah, tapi Pak Anies ingin mencegah potensi terjadinya kerumunan, Pak Anies khawatir ini akan menimbulkan kerumunan spontan seperti yang terjadi di Pasar Tanah Abang beberapa waktu lalu," tutur Rachmat.

Rachmat juga menyebut, di momen lebaran kemungkinan terjadi kerumunan yang berujung pada lonjakan kasus sangat besar, terlebih dari data Satgas COVID-19 mencatat per H-1 lebaran atau 13 Mei kemarin, pasien COVID-19 di DKI melonjak jadi 785 kasus dari hari sebelumnya yang 600 kasus.

"Ini jelas kenaikan angka yang mengkhawairkan, nah Pak Anies yang mengerti situasi keadaan perkembangan lonjakan COVID-19 di Jakarta kemudian bergerak cepat dengan kebijakan (larangan ziarah) ini. Bisa dibayangkan, kalau TPU misalnya buka lalu masyarakat berbondong-bondong datang berziarah dan terjadi kerumunan. Lalu kita ribut lagi saling menyalahkan satu sama lain?," tuturnya.

Karenanya, Rachmat menilai, kebijakan menutup sejumlah TPU di Jakarta sebagai tanggung jawab Anies selaku pemimpin sektoral di wilayah Ibu Kota. Dan Bamus Betawi, kata dia, mendukung penuh langkah yang dilakukan Anies terhadap setiap upaya pencegahan kerumunan yang berpontensi menjadi klaster COVID-19 baru di Jakarta.

"Inilah kepekaan dan kehati-hatian Gubernur sebagai pemipimpin sektoral terhadap kondisi riil di lapangan demi melindungi umat Islam dari ancaman bahaya COVID-19 yang hendak berziarah. Jadi, Pak Anies saya kira paham betul tentang bagaimana menyematkan kesehatan dan keselamatan nyawa manusia sebagai hukum tertinggi, dan saya yakin kita semua juga sepakat soal itu," ungkap Rachmat.

Rachmat berharap, ke depan, semua pihak sebaiknya membangun komunikasi yang baik dengan gubernur selaku pemimpin sektoral. Jangan sampai tokoh masyarakat saling melempar keritik di ruang publik, yang justru dapat menimbulkan kesalahpahaman di tengah-tengah masyarakat.

"Mari kita membangun komunikasi dan bersinergi dengan sektoral di Pemprov DKI. Biar kasus kerumunan ini tidak terus berulang. Karena kegagalan komunikasi akan berujung pada kegagalan berkoodinasi dan sinergi dalam perang melawan COVID-19," ucapnya.
 
Sejumlah orang tetap menggelar ziarah di Taman Pemakaman Umum (TPU) Malaka 1, Jakarta Timur pada hari pertama  Idul Fitri 1442 Hijriah meski Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melarang warganya untuk ziarah kubur selama tanggal 12-16 Mei. ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

Sebelumnya, Ketua PWNU DKI Jakarta Syamsul Ma'arif melayangkan kritik terhadap Seruan Gubernur Pemprov DKI Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pengendalian Aktivitas Masyarakat dalam Pencegahan Penyebaran Covid-19 pada Masa Libur Idul Fitri 1442 H/ 2021 M.

Di dalam seruan itu, terdapat dua kebijakan yang menurut Kiai Syamsul menunjukkan bahwa Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin Gubernur Anies Rasyid Baswedan tidak konsisten. Sebab, kegiatan ziarah kubur dilarang atau ditiadakan pada 12-16 Mei 2021 mendatang, sedangkan tempat wisata seperti Taman Impian Jaya Ancol dan Taman Margasatwa Ragunan tetap dibuka.

"Ini Gubernur (Pemprov DKI) tidak konsisten. Kuburan (ziarah) nggak boleh tapi Ancol dibuka. Padahal kan sama-sama tempat terbuka," ucap Syamsul, Selasa (11/5).

Syamsul berpendapat sebaiknya pelaksanaan ziarah kubur diatur agar aman dari COVID-19, semisal, jumlah peziarah dibatasi dan diawasi petugas. Hal ini dikarenakan mengingat ziarah kubur merupakan bagian dari budaya orang Betawi.

"Karena kalau larangan, orang melawan, karena orang akan berpendapat pemerintah ini tidak konsisten, tempat-tempat hiburan dibuka. Sama, salat tarawih dibiarkan, biasa, nggak ada larangan, salat Id, biasa, nggak ada larangan," ujarnya.

Dengan tidak konsistennya seruan tersebut, Syamsul menilai Anies Baswedan selaku pejabat tertinggi di DKI Jakarta tak paham soal budaya Betawi. Menurut Syamsul, ziarah kubur merupakan bagian dari budaya Betawi yang dilakukan sekali dalam setahun.

"Gubernur tidak paham budaya Betawi. Budaya Betawi itu memang ziarah kubur setahun sekali. Saya setuju dilarang sebetulnya, tetapi, dilihat dari kultur dong, gubernur tidak menjadikan kultur Betawi," ucapnya.

Baca juga: Tokoh Betawi: Larangan ziarah kubur untuk kemaslahatan
Baca juga: Gubernur DKI Anies izinkan warga ziarah kubur mulai Senin mendatang
Baca juga: Gubernur Anies larang warga tak punya KTP Jakarta masuk tempat wisata

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2021